Bagikan:

JAKARTA - Eropa telah membuat kemajuan yang baik untuk menghapus kasus AIDS pada 2030. Namun, lambannya proses diagnosis HIV tetap menjadi masalah krusial di regional tersebut. 

Mengutip Euronews, Selasa 1 Desember, data yang dirilis untuk memperingati Hari AIDS Sedunia menunjukkan diagnosis baru di Uni Eropa dan Wilayah Ekonomi Eropa (EEA) telah menurun 9 persen sejak 2010. Kasus AIDS menurun hampir seperempat pada periode yang sama. Sebagian besar kasus baru muncul di negara-negara Eropa Timur, khususnya Rusia dan Ukraina.

Tetapi Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (European Center for Disease Prevention and Control/ECDC) mengatakan jumlah kasus HIV yang tidak terdiagnosis meningkat. Diperlukan waktu rata-rata tiga tahun bagi orang Eropa yang terinfeksi HIV untuk mendapatkan hasil diagnosisnya.

"Terlalu banyak orang di seluruh (wilayah) yang didiagnosa terlambat (53 persen), meningkatkan risiko kesehatan yang buruk, kematian dan penularan HIV selanjutnya," kata ECDC. "Tingginya angka diagnosa AIDS di (Eropa) Timur menegaskan bahwa diagnosa HIV yang terlambat tetap menjadi tantangan besar."

Orang HIV positif yang tidak sadar bahwa mereka terinfeksi tidak memiliki akses perawatan. Ia juga berisiko tanpa sadar menularkan virus ke orang lain. 

Hampir 137.000 orang didagnosa dengan HIV di Eropa pada 2019, 25.000 di antaranya berada di negara-negara Uni Eropa dan Wilayah Ekonomi Eropa (EEA). Jumlah kasus tertinggi per 100.000 orang di Eropa Barat dilaporkan di Prancis, Inggris, dan Jerman.

Kasus pertama

Kasus infeksi HIV-1 pada manusia pertama kali terdeteksi dalam sampel darah yang dikumpulkan pada 1959 dari seorang pria di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo. Analisis genetik dari sampel darah tersebut memberi kesan bahwa HIV-1 mungkin berasal dari satu virus pada akhir 1940-an atau awal 1950-an.

Virus HIV telah ada di Amerika Serikat (AS) setidaknya sejak pertengahan hingga akhir 1970-an. Dari 1979–1981 jenis pneumonia, kanker, dan penyakit lain yang langka dilaporkan oleh dokter di Los Angeles dan New York di antara sejumlah pasien pria yang berhubungan seks dengan pria lain. Hal ini adalah kondisi yang biasanya tidak ditemukan pada orang dengan sistem kekebalan yang sehat.

Pada 1982 pejabat kesehatan masyarakat mulai menggunakan istilah 'acquired immunodeficiency syndrome' atau AIDS, untuk menggambarkan kejadian infeksi oportunistik, sarkoma kaposi (sejenis kanker), dan pneumocystis jirovecii pada orang yang sebelumnya sehat. Pelacakan formal kasus AIDS dimulai tahun itu di AS.

Pada 1983, para ilmuwan menemukan virus penyebab AIDS. Virus ini pada awalnya dinamai HTLV-III/LAV. Nama ini kemudian diubah menjadi HIV (human immunodeficiency virus).