Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah mendorong percepatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) menjadi Rancanangan Undang Undang usulan inisiatif legislatif. RUU yang sudah mangkral 18 tahun ini diharapkan bisa memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi para pekerja domestik.

Gugus Tugas RUU PPRT yang terdiri dari Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramowardhani, hingga Tenaga Ahli KSP Brian Sri Prahastuti saat ditemui di Gedung Kemenaker, Jakarta Pusat, Jumat, 30 September 2022 menggelar diskusi untuk mendorong agar DPR segera menaikkan RUU PPRT masih tertahan di DPR dan belum diparipurnakan untuk menjadi RUU usulan inisiatif legislatif.

Eddy menyampaikan pembahasan  oleh pemerintah dilakukan bisa setelah RUU PPRT itu disahkan di paripurna sebagai inisiatif DPR.

"Kita pemerintah pasif, kita baru bisa membahas RUU itu secara prosedural jika DPR telah mengesahkan itu di paripurna sebagai inisiatif DPR," ujar Edward dalam diskusi soal RUU PPRT di Jakarta, Jumat, 30 September.

Secara prosedur, pemerintah juga tidak dapat melakukan intevensi untuk mendorong DPR agar RUU PPRT itu segera diparipurnakan.

"Kalau itu atas inisiatif DPR maka pemerintah pasif, tidak bisa ambil alih. Jadi biasanya setiap tahun kan ada Prolegnas, biasanya antara pemerintah dan DPR membagi isu mana yang menjadi inisiatif DPR dan isu yang menjadi inisiatif pemerintah. PPRT ini inisiatif DPR," papar Eddy, sapaan akrabnya.

RUU PPRT sudah menjadi pembahasan di DPR sejak tahun 2004. Namun setelah 18 tahun berlalu, RUU yang menjadi usulan badan legislatif itu tertahan dan belum juga diparipurnakan.

"RUU PPRT ini inisiatif baleg, namun sampai sekarang ini belum disahkan di Paripurna sebagai inisiatif DPR. Kami pemerintah bersikap pasif, kami baru bisa membahas secara prosedural jika DPR mengesahkan itu sebagai inisiatif DPR," ujar Eddy di Gedung Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Pusat, Jumat, 30 September 2022.

Eddy menjelaskan, pemerintah tidak bisa melakukan intevensi apapun untuk mendorong DPR agar segera memparipurnakan RUU PPRT. Sebab, jika pemerintah aktif mendorong DPR memparipurnakan RUU PPRT, kemungkinan besar akan terjadi cacat prosedural. "Nanti di-MK kan lagi, kita kena lagi," kata Eddy.

Salah satu fungsi jika RUU PPRT selesai, Eddy menyebut para PRT bakal mendapat jaminan keamanan hak kerja di dalam negeri. Aturan ini juga menjadi nilai tambah pekerja domestik Indonesia yang menjadi asisten rumah tangga di luar negeri.

Eddy mengatakan, selama ini TKI yang bekerja sebagai PRT di luar negeri kerap mendapat tindak kekerasan dan ketidakadilan dalam bekerja. Pemerintah tempat PRT itu bekerja kerap tidak memberikan perlindungan kepada TKI, karena melihat di Indonesia tak ada aturan yang menjamin keamanan para ART.

"Jika memilki Undang-Undang ini, kita bisa menuntut negara lain untuk memperlakukan tenaga kerja kita seperti yang negara lakukan," kata Eddy Hiariej.

Ia mengatakan, jika RUU inisiatif DPR itu selesai di paripurna, pemerintah segera melakukan pembahasan. RUU tersebut terdiri atas 12 bab dan 34 pasal.

"Kalau itu disahkan maka sebetulnya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi suatu UU," katanya.

Gugus Tugas RUU PPRT juga sudah melakukan beberapa kali pertemuan, baik dengan Badan Legislatif, Civil Society Organization (CSO), dan pemerintah.

"Jadi sudah melakukan pembahasan secara informal supaya nanti kalau disahkan sebagai RUU inisiatif DPR kita tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membahas," tuturnya.

Eddy menjelaskan, setelah menjadi RUU inisiatif DPR, selanjutnya Ketua DPR akan bersurat kepada Presiden. Setelah itu, Presiden menunjuk kementerian dan lembaga mana saja yang akan membahas RUU itu. "Sampai saat ini belum disahkan sebagai RUU inisiatif DPR di paripurna," katanya.