Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani menjelaskan alasan DPR belum mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Puan mengatakan, penundaan RUU PPRT dibawa ke rapat paripurna lantaran masih perlu pendalaman.

Hal itu kata Puan, merupakan keputusan bersama dalam rapat pimpinan (Rapim) DPR untuk menunda agenda RUU PPRT di rapat Badan Musyawarah (Bamus).

“Surat Badan Legislasi (Baleg) tentang RUU PPRT sudah dibahas dalam rapat pimpinan (Rapim) DPR tanggal 21 Agustus 2021. Keputusan Rapim saat itu menyetujui untuk melihat situasi dan kondisi terlebih dahulu. Saat itu dirasa belum tepat untuk diagendakan dalam rapat Bamus dan masih memerlukan pendalaman,” ujar Puan, dalam keterangan yang diterima Kamis, 9 Maret.

Terkait keputusan itu, lanjut Puan, RUU PPRT belum dapat dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan sebagai RUU inisiatif DPR lantaran belum dibahas dalam Rapat Bamus.

“Oleh karenanya, RUU PPRT belum diagendakan dalam Rapat Bamus untuk dijadwalkan dalam rapat paripurna untuk menyetujui RUU tersebut sebagai RUU Usul Inisiatif DPR,” jelas Puan.

Mantan Menko PMK itu menegaskan, untuk bisa membawanya ke Paripurna, RUU PPRT harus terlebih dahulu dibahas di dalam rapat badan musyawarah. Puan mengingatkan, pembahasan legislasi harus mengikuti mekanisme yang ada.

“Sesuai aturan, sebelum dibawa ke Rapat Paripurna harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dalam Rapat Bamus,” tegasnya.

Kendati demikian, Ketua DPP PDIP itu memastikan DPR akan mempertimbangkan masukan dan aspirasi masyarakat dalam setiap pembentukan legislasi.

“DPR RI akan mempertimbangkan aspirasi dari masyarakat dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang berkembang saat ini,” kata Puan.

Sebelumnya, Ratusan massa perempuan yang tergabung dalam "Koalisi Sipil untuk UU PPRT" menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 8 Maret.

Mereka berorasi di depan Gedung DPR sembari menyampaikan aspirasi meminta Ketua DPR Puan Maharani segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Aksi ini sekaligus dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day.

Pengunjuk rasa juga membentangkan spanduk besar bertuliskan “1000 Perempuan Mencari Mbak Puan, Segera Sahkan RUU PPRT (Rancangan Undang Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga)”.

Selain spanduk berukuran jumbo, massa perempuan itu juga menggelar teatrikal dengan membawa perkakas rumah tangga dan alat memasak sambil meneriakkan “Mbak Puan sahkan RUU PPRT”.

Adapula yang menuliskan "Mbak Puan mengurus Negara Saja, untuk Cuci Baju biar Kami saja" di salah satu poster.

Koordinator Aksi dari Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika menjelaskan, dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional pada pengunjuk rasa meminta agar Puan Maharani selalu ketua DPR segera membawa RUU PPRT ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang (UU).

"Selaku ketua DPR yang juga pimpinan DPR untuk segera membawa RUU PPRT ke dalam agenda sidang Paripurna, memisahkannya menjadi RUU inisiatif DPR perlindungan pekerja rumah tangga," ujar Mutiara, Rabu, 8 Maret.

Menurutnya, jika RUU PPRT tidak segera disahkan maka akan menambah catatan pekerja rumah tangga (PRT) menjadi korban tindak kekerasan.

"Jadi ketika kita menunda suatu hal itu artinya kita menambah 11 orang PRT menjadi korban kekerasan," jelasnya.

Saat ini, tambahnya, para pekerja rumah tangga kesulitan melakukan advokasi terlebih ketika menjadi korban kekerasan.

"Korban PRT sulit mengurus mengadvokasi-kasus yang mereka alami di lingkungan kerja karena situasinya adalah mereka belum tentu sebagai pekerja. Jadi mereka sulit. Kenapa RUU PPRT harus segera disahkan," pungkasnya.