Legislator NasDem: Miris, Pengesahan RUU PPRT Dijegal Pimpinan DPR
Anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem, Irma Suryani Chaniago (dok NasDem)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai NasDem, Irma Suryani Chaniago mengkritik pimpinan DPR yang menunda Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan sebagai RUU inisiatif DPR.

Irma menilai, pimpinan DPR bisa dinyatakan telah melanggar hak asasi manusia (HAM) dan hak konstitusi warga negara karena menjegal payung hukum perlindungan pekerja.

"Miris saya mendengar, sekali lagi RUU PPRT dijegal bahkan oleh para pimpinan yang diamanahkan untuk memberikan keberpihakannya pada rakyat yang menghantarkan mereka pada kursi kekuasaan!" ujar Irma kepada wartawan, Kamis, 9 Maret.

Menurut Irma, pimpinan DPR tidak melaksanakan fungsinya dengan baik karena tak mau membawa RUU PPRT diagendakan dalam rapat badan musyawarah (Bamus). Dia menilai, keputusan pimpinan DPR sama saja mementahkan aspirasi masyarakat yang memilihnya sebagai wakil rakyat.

"Sekali lagi saya katakan pimpinan DPR tidak melakukan fungsinya sebagai wakil rakyat. Entah apa urgensinya hingga mereka mengabaikan keadilan dan hak para wakil yang memilih dan mendudukkan mereka sebagai pimpinan di Dewan Perwakilan rakyat. Harusnya pimpinan DPR tau dari mana mereka bisa sampai di kursi yang mereka duduki tersebut," tegasnya.

Legislator NasDem dapil Sumatera Selatan itu mengungkapkan, RUU PPRT kurang lebih sudah tiga kali masuk prolegnas. Namun, tak kunjung direstui sebagai produk UU.

"Artinya sudah lebih dari 15 tahun bolak balik kayak setrikaan di PHP (pemberi harapan palsu) wakil rakyat! Sebagai wakil rakyat saya tidak terima perlakuan semena-mena ini," protesnya.

Dia pun mempertanyakan alasan sulitnya pimpinan DPR mengesahkan RUU PPRT yang sangat berarti bagi para pekerja rumah tangga. Padahal, seharusnya hak mereka mendapat perlindungan sama dengan pekerjaan lainnya.

"Perlindungan dan hak PPRT sama dengan warga negara indonesia lain! Kenapa yang lain dilindungi dan diakui haknya dalam regulasi (UU)? Kenapa PPRT tidak? Kenapa para wakil mereka justru mendiskriminasi mereka? Pertanyaan penting nya 'apakah mereka tidak dianggap sebagai warga negara yang harus dilindungi hak dan kewajiban nya?' tanya Irma.

Irma menambahkan, keprihatinannya soal RUU PPRT ini bertambah besar lantaran pimpinan DPR seperti tak punya waktu mengurusi RUU tersebut. Padahal, ada UU lain yang mampu direvisi dan dikebut.

"Bagaimana saya tidak prihatin, miris dan berang? UU yang sudah ada saja DPR punya waktu untuk merevisinya, lah masak untuk kepentingan perlindungan pada hak rakyat kecil saja mereka tunda tunda? Apa karena RUU ini dianggap tidak seksi? Tidak komersial dibanding Revisi UU kesehatan, omnibus ciptaker yang dibahas ngebut? Sampai-sampai tidak melibatkan komisi terkait? Setelah didraft oleh komisi lalu dibawa ke paripurna baru kemudian diputuskan di bamus," kata Irma.

Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan penundaan RUU PPRT dibawa ke rapat paripurna merupakan keputusan bersama dalam rapat pimpinan (Rapim) DPR. Menurut Puan, RUU PPRT masih perlu pendalaman sehingga agenda RUU PPRT di rapat Badan Musyawarah (Bamus) ditunda.

“Surat Badan Legislasi (Baleg) tentang RUU PPRT sudah dibahas dalam rapat pimpinan (Rapim) DPR tanggal 21 Agustus 2021. Keputusan Rapim saat itu menyetujui untuk melihat situasi dan kondisi terlebih dahulu. Saat itu dirasa belum tepat untuk diagendakan dalam rapat Bamus dan masih memerlukan pendalaman,” ujar Puan, dalam keterangan yang diterima Kamis, 9 Maret.

Atas keputusan itu, lanjut Puan, RUU PPRT belum dapat dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan sebagai RUU inisiatif DPR lantaran belum dibahas dalam Rapat Bamus.

“Oleh karenanya, RUU PPRT belum diagendakan dalam Rapat Bamus untuk dijadwalkan dalam rapat paripurna untuk menyetujui RUU tersebut sebagai RUU Usul Inisiatif DPR,” jelas Puan.

Mantan Menko PMK itu menegaskan, untuk bisa membawanya ke Paripurna, RUU PPRT harus terlebih dahulu dibahas di dalam rapat badan musyawarah. Puan mengingatkan, pembahasan legislasi harus mengikuti mekanisme yang ada.

“Sesuai aturan, sebelum dibawa ke Rapat Paripurna harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dalam Rapat Bamus,” tegasnya.

Kendati demikian, Ketua DPP PDIP itu memastikan DPR akan mempertimbangkan masukan dan aspirasi masyarakat dalam setiap pembentukan legislasi.

“DPR RI akan mempertimbangkan aspirasi dari masyarakat dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang berkembang saat ini,” tandasnya.