Keren! Tidak Punya Kapal Selam Nuklir, Proposal Indonesia Jadi Landasan Pembahasan di IAEA
Ilustrasi kapal selam nuklir Amerika Serikat USS Connecticut (SSN-22). (Wikimedia Commons/U.S. Navy/Mass Communication Specialist Seaman Adam K. Thomas)

Bagikan:

JAKARTA - Proposal Indonesia akan menjadi landasan, jalan tengah pembahasan mengenai program kapal selam bertenaga nuklir (Nuclear Naval Propulsion - NPP) dalam pertemuan yang digelar oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria mulai hari ini.

Pembahasan yang digelar pada 12-16 September ini, merupakan kelanjutan dari '10th Review Conference of the Parties to the Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons' (NPT RevCon) yang berlangsung pada 1 hingga 26 Agustus lalu di New York, Amerika Serikat.

"IAEA hari ini mulai bersidang. 'Board of Governors Meeting'. Kami kirim Direktur Keamanan Internasional sebagai delegasi Indonesia untuk menjamin isu ini akan memeroleh perhatian, dibahas sesuai harapan indonesia," jelas Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Tri Tharyat, dalam press briefing di Jakarta, Senin 12 September.

"Ini tahapan awal, kita akan lihat perdebatan yang akan muncul. Kita juga melihat, ini suatu upaya kontribusi diplomasi kita untuk jangka panjang," tandasnya.

"Di Wina ini kita akan lihat, khususnya bagaimana guliran dari usulan kita ini akan dilaksanakan dalam tataran teknis," jelasnya.

Tri Tharyat
Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI Tri Tharyat. (Kemlu RI)

Dalam pertemuan NPT RevCon pada 1-26 Agustus lalu, proposal Indonesia mampu menarik perhatian banyak negara peserta pertemuan, hingga akhirnya dijadikan rujukan, jalan tengah terkait NPP.

Tri Tharyat yang hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan, usulan Indonesia untuk mengisi kekosongan aturan hukum internasional terkait kapal selam bertenaga nuklir, membangun kesadaran atas potensi, serta upaya menyelamatkan nyawa manusia dan kemanusiaan.

"Proposal diajukan 10 hari sebelum sidang, negara-negara lain memiliki waktu yang cukup untuk mempelajari. Dalam konteks perundingan, disepakati, paper Indonesia jadi landasan perundingan konverensi di maksud," jelasnya.

"Indonesia masuk dalam tim kecil, bersama Bulgaria sebagai ketua, Amerika Serikat, China, Rusia, Australia, Inggris, Afrika Selatan, Brasil."

"Di hari terakhir, kita sepakati rumusan yang 90 persen isinya berasal dari paper Indonesia," tandas Tri Tharyat.

Untuk diketahui, pembahasan NPP dalam konteks nuklir internasional, merupakan pertama kalinya yang membahas kapal selam bertenaga nuklir, yang dimiliki negara bukan pemilik nuklir sesuai hukum internasional.

Isu utamanya seputar keamanan, keselamatan dan inklusifitas, dalam kerangka penggunaan nuklir secara damai, dalam konteks IAEA.

Ditambahkan olehnya, penting untuk proses pengembangan proyek kapal selam bertenaga nuklir dilakukan secara transparan.