SURABAYA - Satu saksi dan ahli pidana dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan kasus pencabulan Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi.
Ketua tim pengacara MSAT, Gede Pasek Suardika, menyoroti soal munculnya dua hasil visum korban yang dianggap membingungkan.
Pasek mengatakan, pada kesaksian dokter yang melakukan visum, didapati adanya dua kali bukti visum yang timbul dari satu dokter yang sama, yakni saksi yang dihadirkan ini.
"Visum ini jadi problem besar dalam kasus ini, pertama pernah ada visum 2018 terhadap laporan kasus lain, orang yang sama yang divisum tapi tidak terbukti. Kemudian yang bersangkutan melapor lagi kemudian dimintakan visum pada saksi," kata Pasek di PN Surabaya, Jumat, 9 September.
Saksi menurutnya didatangi polisi untuk mengkonfirmasi hasil visum karena dianggap berubah. Hal ini disebut Pasek terjadi tahun 2019.
"Ada satu isi yang berubah soal arah jarum jam dalam selaput dara (korban) itu, yaitu ke arah pukul 13, sementara yang lainnya 6-9 sampai dasar, istilahnya begitu. Datanglah polisi lalu dilakukan lah perbaikan dengan alasan dia memiliki dokumen foto milik yang bersangkutan. Lalu diperbaikilah menjadi sama dengan visum yang 2018," katanya.
Pasek menjelaskan dalam perkara ini muncul dua visum berbeda dari rumah sakit Jombang. Kedua visum inilah yang kini tengah dipermasalahkan oleh pihak pengacara. Apalagi dalam perkara ini antara visum dengan waktu kejadian, terpaut jauh yakni 2,5 tahun.
"Inilah yang kita kejar, mana duluan buat surat pernyataan atau perbaikan visum. Dia bilang lupa. Susah juga kita ngejar. Selain visumnya 2,5 tahun, kemudian hasilnya berbeda, kemudian ada revisi akibat dia kedatangan penyidik," ujarnya.
BACA JUGA:
Menurut Pasek, Mei 2017 adalah waktu kejadian yang didakwakan, sedangkan visum dilakukan pada 1 November 2019. Itu pun, sambungnya terjadi persoalan pada visum yang asli dengan yang direvisi. Sebab, selain terpaut jarak waktu, tanggal pada surat juga diubah.
"Visum asli dengan revisi ada jarak waktu. Tetapi didalam surat tidak ada jarak waktu, itu kan cacat jadinya. Pertama dia bilang sebulan kemudian, lalu saya kejar dia bilang beberapa minggu kemudian, mestinya surat baru dong. Berarti tanggalnya dimanipulatif, isinya juga. Ini menjadi cacat formil," ujarnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tengku Firdaus, mengakui memang sempat ada dua visum dalam kasus pencabulan santriwati Jombang itu.
Namun berdasarkan keterangan saksi dokter pembuat visum, yang diakui hanyalah visum yang sudah direvisi.
"Hanya salah ketik. Tapi yang diakui adalah visum yang sudah direvisi," katanya.