Pemilik Bangunan Liar di Gunung Antang Anggap Pembongkaran Paksa Hal yang Biasa
Botol minuman yang berserakan saat petugas melakukan pembongkaran/ Foto: Rizky Sulistio/ VOI

Bagikan:

JAKARTA - Kawasan lokalisasi prostitusi dan perjudian di Gunung Antang ternyata pernah dibongkar petugas gabungan pada tahun 2010 lalu. Namun setelah dibongkar petugas, bangunan liar di kawasan tersebut kembali menjamur karena luput dari pengawasan petugas terkait termasuk PT KAI.

Salah satu pemilik kafe di kawasan Gunung Antang berinisial PK mengatakan, dirinya menanggapi hal yang biasa terkait pembongkaran dari petugas gabungan terhadap bangunan miliknya.

"Ada imbauan dari PT KAI, biasa - biasa saja. Sudah siap (dibongkar). Dulu sekitar tahun 2010 terakhir dibongkar dan baru ini lagi (tahun 2022)," kata pria berinisial PK kepada VOI di lokasi pembongkaran Gunung Antang, Selasa, 30 Agustus.

Terkait pembongkaran yang dilakukan petugas gabungan, PK selaku pemilik salah satu tempat usaha menjelaskan bahwa dirinya tidak merasa keberatan terhadap petugas terkait. PK justru sadar diri bahwa kawasan lahan tersebut merupakan milik pemerintah.

"Engga ada keberatan, biasa aja. Saya dagang dari tahun 2000 disini," ucapnya.

Untuk dapat memiliki tempat usaha di kawasan lokalisasi Gunung Antang, PK menyebutkan dirinya pernah membeli bangunan dengan harga Rp15 juta dari seorang pemilik bangunan atau kafe yang terlebih dulu menempati.

"Lahan bangun aja. Misalnya beli bangunan orang, bukan beli lahan. Beli bangunan saya beli dulu Rp15 juta sekitar tahun 2006-2007," katanya.

Pada kesehariannya, PK kerap berjualan kopi hingga minuman beralkohol di warung atau kafe miliknya.

"Kafe ada, (tapi) kafe asal asalan. Musik ada," paparnya.

Sementara Kasie Kesra Kelurahan Palmeriam, Herdayanti menyatakan, penghuni di kawasan Gunung Antang bukan warga asli Kelurahan Palmeriam.

"Sebenarnya penghuni disini bukan warga, jadi mereka pendatang semuanya rata - rata. Di kawasan ini terkait kegiatan ekonomi yang ilegal. (penghuni Gunung Antang) tidak terdata (di Kelurahan Palmeriam)," ujarnya kepada VOI.

Herdayanti menjelaskan, penghuni yang mendiami lokalisasi Gunung Antang merupakan penghuni ilegal karena bukan warga asli.

"Penghuni ilegal bukan warga. Ini bukan lahan mereka. Sebenarnya mereka tidak tinggal disini, mereka punya tempat tinggal di wilayah lain. Iya, (mereka lakukan) bisnis ilegal," paparnya.