Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengusut tuntas dugaan suap penerimaan mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila). Orang tua yang menghalalkan segala cara agar anaknya diterima, termasuk menyuap Rektor Unila nonaktif Karomani harus diproses hukum.

"Enggak boleh hanya yang kena OTT (operasi tangkap tangan) saja. (Pemberi suap, red) lain harus dicari," kata Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dalam keterangannya kepada wartawan, Senin, 29 Agustus.

Supaya adil, sambung Boyamin, KPK harus mengusut semua penyuap Karomani. Apalagi, penyidik telah menemukan uang sebesar Rp7,5 miliar yang diyakini berkaitan dengan suap penerimaan mahasiswa di Unila.

"(Semua, red) harus diproses hukum yang sama," tegasnya.

Lebih lanjut, Boyamin juga menilai mahasiswa yang masuk Unila lewat jalur suap harusnya dibatalkan. Menurutnya, mereka sudah cacat secara administratif dan tak layak mengemban pendidikan di universitas negeri tersebut.

"Harus dibatalkan atau gugur otomatis (kemahasiswaannya, red). Bagaimana mau ikut pendidikan tinggi tapi tidak terdidik, yaitu suap," ungkapnya.

"Tidak layak (menjadi mahasiswa, red) dia yang menyuap," sambung Boyamin.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru pada Universitas Lampung tahun 2022. Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di Lampung, Bandung, dan Bali.

Para tersangka yang terjerat kasus ini adalah Rektor Universitas Lampung 2020-2024 Karomani; Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung Muhammad Basri; dan swasta Andi Desfiandi.

Dalam kasus ini, Karomani diduga mematok harga bagi calon mahasiswa baru di kampusnya dengan kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta saat melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Permintaan ini disampaikan setelah Heryandi dan Muhammad Basri menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk membayar.

Salah satu keluarga calon peserta Simanila, Andi kemudian berinisiatif membayar setelah keluarganya diterima sebagai mahasiswa karena bantuan Karomani. Dia kemudian menyerahkan uang tunai sebesar Rp150 juta di Lampung yang diambil oleh seorang dosen, yaitu Mualimin.

Dari perbuatannya itu, Karomani diduga berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp603 juta dari Mualimin yang kemudian digunakan untuk keperluan pribadi sebesar Rp575 juta.

Sementara dari Muhammad Basri dan Budi Sutomo yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Universitas Lampung, diduga total uang yang diterima Karomani mencapai Rp4,4 miliar. Uang ini kemudian dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih ada yang dalam bentuk tunai.