Bagikan:

JAKARTA - Israel mengintensifkan upaya untuk menghentikan negosiasi yang bertujuan menghidupkan kembali Kesepakatan Nuklir 2015, saat Barat dan Iran semakin dekat dengan kata sepakat.

Amerika Serikat (AS) telah memberikan tanggapan terhadap 'proposal final' upaya pemulihan kesepakatan yang bernama lengkap Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) rancangan Uni Eropa. Iran pun tengah mempelajari tanggapan tersebut.

Israel memberikan peringatan konsekuensi dari kesepakatan. Israel berencana mengirim Menteri Pertahanan Benny Gantz ke Washington pada Kamis, di mana Iran akan menjadi agenda pembicaraan bilateral, kata timnya.

Perdana Menteri Israel Yair Lapid mengatakan, Teheran memanipulasi pembicaraan dan kesepakatan akan 'menghargai' musuh-musuh negaranya.

"Di atas meja sekarang adalah kesepakatan yang buruk," kata Lapid saat konferensi pers Rabu malam, melansir The National News 25 Agustus.

"Itu akan memberi Iran 100 miliar dolar AS per tahun," sambungnya.

Uang itu akan digunakan oleh kelompok militan Hamas, Hizbullah dan teroris yang didukung Iran untuk "merusak stabilitas di Timur Tengah dan menyebarkan teror ke seluruh dunia," katanya.

Lebih jauh dikatakannya, dalam beberapa hari terakhir dia berbicara dengan para pemimpin tinggi dari Inggris, Prancis dan Jerman untuk memberi mereka pendapat negaranya.

"Saya mengatakan kepada mereka, bahwa negosiasi ini telah mencapai titik di mana mereka harus berhenti dan mengatakan 'cukup'," tandasnya.

"Negara-negara Barat menarik garis merah, Iran mengabaikannya, dan garis merah bergerak," tukas PM Lapid.

Kesepakatan yang muncul "tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh Presiden AS Joe Biden sendiri: mencegah Iran menjadi negara nuklir," sebut PM Lapid.

Diketahui, Iran telah melonggarkan desakannya pada poin penting, penghapusan Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC) dari daftar hitam terorisme Negeri Paman Sam.