JAKARTA - Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dinilai butuh dukungan partai politik lain untuk memenangkan Pemilu 2024 dan menjalankan pemerintahan. Partai Amanat Nasional (PAN) yang merupakan salah satu anggota KIB pun telah mengajak Demokrat untuk bergabung dalam koalisi bersama Golkar dan PPP itu.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, menilai koalisi gemuk yang diinginkan KIB adalah suatu hal yang wajar. Mengingat KIB masih butuh dukungan dari partai lain.
"Saya melihatnya jika KIB ingin memperbanyak atau menambah koalisi dari partai-partai politik yang lain, maka itu hal yang wajar. Karena bagaimanapun KIB itu butuh support atau dukungan dari partai-partai yang lain," ujar Ujang di Jakarta, Jumat, 19 Agustus.
Menurut Ujang, koalisi besar mempunyai kelebihan dalam menghadapi pertarungan Pilpres 2024. Selain menguntungkan untuk tujuan pemenangan, kata dia, pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) di koalisi besar juga bermanfaat dalam menjalankan roda pemerintahan ketika kelak berhasil menang.
"Karena jika nanti bertarung di Pilpres 2024 dan kemudian menang, artinya dibutuhkan koalisi besar. Butuh pengamanan dari partai-partai koalisi yang ada dalam konteks di pemerintahan maupun di parlemen. Jadi dalam hal ini koalisi akan diusahakan sebesar mungkin, segemuk mungkin. Sebisa mungkin yang dilakukan KIB," jelas Ujang.
Oleh sebab itu, Ujang melihat KIB akan menyambut baik partai yang ingin bergabung dengan koalisi yang mengusung visi PATEN itu. Meski ada keuntungan besar dalam koalisi gemuk, namun tantangan juga ada.
Dikatakan Ujang, koalisi besar dengan banyak partai pasti akan memunculkan banyak pandangan berbeda. Tantangannya adalah bagaimana menyatukan suara semua partai anggota.
BACA JUGA:
"Mereka akan sama-sama berjuang untuk memenangkan koalisi itu, siapapun nanti capres-cawapres (yang diusung). Minusnya tentu koalisinya gemuk, terlalu banyak pendapat, terlalu banyak perbedaan. Tentu itu harus disatukan, disamakan," tambah Ujang.
Ujang juga mengungkapkan adanya risiko dari koalisi besar, yakni semakin berkurangnya partai oposisi dalam pemerintahan yang bisa mengganggu mekanisme perimbangan kekuasaan (check and balances). Padahal, menurutnya, mekanisme itu penting untuk mengoreksi serta meluruskan sebuah pemerintahan serta mendorong pertumbuhan ke arah yang lebih baik.
"Tetapi yang harus kita lihat adalah kebutuhan saat ini, ke depan, adalah koalisi gemuk bukan hanya untuk mengamankan 20 persen tiket pilpres, tetapi juga mengamankan pemerintahan ke depan. Dengan koalisi gemuk tentu pemerintahan akan aman. Hanya saja minusnya akan kekurangan oposisi, tidak ada check and balances," pungkasnya.