JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pemerintah daerah (pemda) tak perlu menghalalkan segala cara untuk meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan tanpa predikat ini, pemerintah daerah tidak akan bangkrut atau diberi anggaran. Penilaian dari BPK hanya sebatas terkait kewajaran laporan keuangan.
"Jangan juga kemudian berjuang dengan berbagai cara untuk mendapatkan opini WTP, apa sih opini WTP itu? Tanpa opini WTP pun pemerintah daerah kan tidak bangkrut atau tidak dikasih anggaran. Ini hanya penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan," kata Alexander dalam tayangan YouTube KPK RI, Jumat, 19 Agustus.
Alexander juga meminta pemerintah daerah tidak melayani permintaan uang dari auditor BPK. "Tolong ya, supaya kalau ada permintaan uang seperti ini tidak dilayani," tegasnya.
"Laporkan segera ke Inspektorat BPK supaya ada tindakan juga buat auditor nakal," sambung Alexander.
Lebih lanjut, Alexander mengungkap biasanya opini wajar tanpa pengecualian ini urung didapat oleh lembaga maupun pemerintah daerah tidak tertib administrasi. Namun, hal tersebut sebenarnya bisa diperbaiki pada tahun anggaran berikutnya.
"Jadi enggak usah takut. Tahun ini enggak mendapatkan WTP enggak usah takut. Itu tidak runtuh langit itu karena tidak mendapatkan opini WTP," ujarnya.
"KPK pernah mendapatkan opini wajar dengan catatan. Nah, enggak masalah saya sampaikan ke teman-teman BPK. Kalau itu pendapat profesional silakan. Supaya apa, supaya kami di KPK bisa memperbaiki apa yang menjadi catatan teman-teman BPK di tahun berikutnya," imbuh Alexander.
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan empat pegawai BPK Perwakilan Sulawesi Selatan sebagai tersangka penerima suap terkait pemeriksaan laporan keuangan.
Keempatnya adalah Kepala Perwakilan BPK Sulawesi Tenggara atau mantan Kasuauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Andi Sonny; pemeriksa pada BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Yohanes Binur Haryanto Manik; mantan Pemeriksa Pertama BPK Perwakilan Provinsi Sulsel atau Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Sulsel Wahid Ikhsan Wahyudin; dan pemeriksa pada BPK Perwakilan Sulsel Gilang Gumilar.
BACA JUGA:
Sementara selaku pemberi adalah Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Dalam kasus ini, terjadi manipulasi temuan pemeriksaan keuangan.
Dari praktik curang itu, terjadi pemberian uang yang berasal dari para kontraktor yang menjadi pemenang proyek di tahun anggaran 2020. KPK memerinci uang yang diterima keempat pegawai BPK itu mencapai Rp2,8 miliar secara bertahap.
Kemudian Andi juga mendapat uang sebesar Rp100 juta yang kemudian digunakannya untuk mengurus kenaikan jabatan sebagai Kepala BPK Perwakilan.
Sementara Edy selaku pemberi juga mendapat jatah sebesar Rp324 juta. Nantinya, KPK akan menelusuri kemana saja uang itu mengalir.