JAKARTA - Ukraina melaporkan penembakan Rusia yang intens di garis depan pada Hari Selasa, saat kedua belah pihak saling menyalahkan atas serangan akhir pekan di kompleks nuklir Zaporizhzhia yang memicu kekhawatiran internasional, tentang potensi bencana atom.
Pertempuran sengit dilaporkan terjadi di kota-kota garis depan dekat kota timur Donetsk, di mana para pejabat Ukraina mengatakan pasukan Rusia melancarkan gelombang serangan, ketika mereka mencoba untuk menguasai wilayah industri Donbas.
"Situasi di kawasan itu tegang, penembakan terus terjadi di seluruh garis depan. Musuh juga sering menggunakan serangan udara," kata Gubernur regional Donetsk Pavlo Kyrylenko kepada televisi Ukraina, melansir Reuters 9 Agustus.
"Musuh tidak berhasil. Wilayah Donetsk bertahan," sambungnya.
Di sekitar Kharkiv di timur laut, pasukan Ukraina merebut kota Dovhenke dari penjajah Rusia dan bergerak maju menuju Izium, kata penasihat Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Oleksiy Arestovych dalam sebuah video yang diunggah di YouTube.
Laporan harian medan perang dari staf umum militer Ukraina mengatakan, kota-kota di utara, timur dan tenggara Kharkiv telah diserang oleh tank, artileri dan roket.
"Situasinya sangat menarik. Pasukan Ukraina bergerak dengan sangat sukses. Upaya Rusia untuk mendapatkan kembali wilayah yang hilang tidak berhasil. Ukraina mungkin akan mengepung mereka," ujar Arestovych.
Di tenggara, jembatan kunci Antonovskyi di atas sungai Dnipro di wilayah Kherson menjadi sasaran lagi oleh pasukan Ukraina yang mencoba mengganggu jalur pasokan Rusia.
BACA JUGA:
Terpisah, Yuri Sobolevsky, wakil kepala dewan regional Kherson yang digulingkan oleh pasukan pendudukan Rusia, mengatakan di Telegram bahwa jembatan itu telah rusak parah setelah 'aksi semalam'. Reuters tidak dapat memverifikasi laporan tersebut.
Diketahui, Wakil Menteri Pertahanan AS untuk Kebijakan Colin Kahl pada hari Senin mengatakan, Rusia telah menderita antara 70.000 dan 80.000 korban, baik terbunuh atau terluka, sejak invasinya ke Ukraina dimulai pada 24 Februari. Rusia menyebut perang itu sebagai 'operasi militer khusus'.