Kerja Cepat Ungkap Aktor Intelektual Pembunuhan Berencana Brigadir J yang Dinanti Publik Agar Spekulasi Tak Makin Liar
Rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan/DOK FOTO: Rizky Sulistio-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Semakin terang benderang setelah penetapan tersangka Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dan Brigadir RR hingga Irjen Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam dimasukkan ke ruang isolasi khusus di Mako Brimob Depok.

Nyanyian, istilah dari keterangan baru yang disampaikan Bharada E—setelah ganti pengacara akhir pekan lalu—memperjelas duduk perkara. Penembakan atas perintah atasan. Motif memang masih kabur gambarannya. Tapi setidaknya, penanganan kasus tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J semakin maju.

Menko Polhukam Mahfud MD menyebutkan sudah ada tiga tersangka yang ditetapkan dalam kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

"Kan tersangkanya sudah tiga, itu bisa berkembang dan pasalnya 338, 340, pembunuhan berencana," kata Mahfud saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 8 Agustus.

Penyidik sudah merilis penetapan dua tersangka, yakni Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dengan sangkaan Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Kemudian tersangka kedua, Brigadir Ricky Rizal atau Brigadir RR, disangkakan dengan Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) juncto Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Bharada E dan Brigadir RR merupakan sopir dan ajudan istri Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi. Soal tiga tersangka yang disebut Mahfud MD, hari ini, Bareskrim menggelar ekspose perkara.

Mahfud meyakini penetapan tersangka akan mengarah pada peran dari Bharada E dan Brigadir RR, maupun tersangka lainnya sebagai tersangka eksekutor atau intelektual.

Menurut dia, penyelidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dinilai cepat, mengingat kasus tersebut yang memiliki kode senyap atau "code of silence".

"Perkembangannya sebenarnya cepat, kasus yang seperti itu yang punya 'code of silence' itu sekarang sudah tersangka, kemudian pejabat-pejabat tingginya sudah 'bedol deso'. Saya kira yang dilakukan Polri itu tahapan-tahapan-nya dan kecepatannya cukup lumayan tidak jelek banget," tutur Mahfud.

Presiden Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Andi Syafrani bicara soal harapan publik agar Polri bekerja cepat dalam mengungkap kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Selain memperjelas siapa dalang alias aktor intelektual pembunuhan Brigadir J, terangnya penanganan kasus agar spekulasi yang berkembang terkait kasus ini tidak semakin liar.

"Kabareskrim jadi kunci di kasus ini. Kabareskrim perlu kerja lebih cepat dan transparan untuk memastikan proses hukum ini ditegakkan tanpa pandang bulu," ujar Andi dalam keterangan tertulisnya dilansir ANTARA, Senin, 8 Agustus.

Andi menilai, meski terkesan adanya proses dan tahapan yang agak panjang, dengan upaya memutasikan beberapa perwira yang diduga terlibat dalam kasus ini, upaya dan sikap tegas Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sudah sangat jelas.

Namun, lanjutnya, aparat di bawah Kapolri harus ditingkatkan kecepatannya karena secara umum yang diduga terlibat adalah unsur internal kepolisian sehingga bisa lebih cepat pemanggilan dan pemeriksaannya dibandingkan pihak luar.

Selain itu, Andi juga menyoroti terkait ditahannya mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Mako Brimob, Depok Jawa Barat karena diduga telah melakukan pelanggaran etik, dapat membawa kasus ini ke arah yang lebih terang.

"Sejak awal kita menduga ada yang janggal dalam kasus Brigadir J ini. Banyak spekulasi berkembang, mulai dari CCTV yang hilang di TKP, keterangan polisi yang berbeda-beda, banyak yang bertanya apa motif utamanya, sampai siapa dalangnya. Nah, ditempatkannya Irjen FS akan membuka kotak pandora dan kita berharap dapat akhiri drama panjang ini," ujar Andi optimistis.

Dengan ditahannya Irjen Ferdy  Sambo di Mako Brimob, Andi berharap pengusutan kasus ini akan berjalan lebih cepat, objektif, dan profesional.

"Langkah Polri ini sudah tepat. Mereka tentu akan lebih mudah memeriksa, dan segera beri sanksi pelanggaran etik dan pidana jika Irjen FS terbukti bersalah," kata dosen hukum di UIN, Jakarta ini.

Masyarakat akan terus memberikan dukungan moril kepada Polri untuk mengusut tuntas kasus ini.