Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum, dan Kemanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut dugaan pengambilan decorder kamera Closed Circuit Television (CCTV) yang dilakukan eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo bisa masuk ranah pidana.

“Bisa masuk dua-duanya. Hukum formal itu kan kristalisasi dari moral dan etika, jadi pengambilan CCTV itu bisa melanggar etik karena tidak cermat atau tidak profesional dan sekaligus bisa pelanggaran pidana karena obstraction of justice dan lain-lain,” ujarnya kepada wartawan, Minggu, 7 Agustus.

Mahfud menegaskan kembali kalau dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Irjen Sambo bisa berjalan beriringan dengan dugaan pidana jika terbukti melakukan pidana.

Pasalnya, lanjut Mahfud, sanksi etik bukan diputuskan oleh majelis hakim. Sehingga pelanggaran etik bisa ditindak bersamaan dengan pidana.

"Ya, karena sanksi etik bukan diputus oleh hakim dan bukan hukuman pidana melainkan sanksi administratif seperti pemecatan, penurunan pangkat, teguran, dan lain-lain. Sedangkan peradilan pidana diputus oleh hakim yang hukumannya adalah sanksi pidana seperti masuk penjara, hikuman mati, perampasan harta hasil tindak pidana, dan lain-lain,” ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, Mahfud MD menegaskan proses dugaan pelanggaran etik dan pidana bisa berjalan beriringan.

Penegasan ini disampaikan terkait penanganan dugaan pelanggaran kode etik mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

“Menurut hukum pelanggaran etik dan pelanggaran pidana itu bisa sama-sama jalan, tidak harus saling menunggu dan tidak bisa saling meniadakan. Artinya, kalau seseorang dijatuhi sanksi etik bukan berarti dugaan pidananya dikesampingkan. Pelanggaran etik diproses, pelanggaran pidana pun diproses secara sejajar,” tegas Mahfud MD dalam akun Instagram @mohmahfudmd dikutip Minggu, 7 Agustus.

Hal ini disampaikan Mahfud soal kabar dibawanya Irjen Ferdy Sambo ke Mako Brimob Depok pada Sabtu, 6 Agustus.

Beberapa saat kemudian, Mabes Polri menggelar jumpa pers terkait Irjen Ferdy Sambo.

Sekadar informasi, aksi penembakan terjadi di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo pada Jumat, 8 Juli lalu. Dalam insiden ini, Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat tewas karena menerima luka tembak.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan Irjen Ferdy Sambo diduga melakukan ketidakprofesionalan dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir J seperti merusak atau menghilangkan CCTV.

"Tadi saya sebutkan, di dalam pelaksanaan olah TKP, seperti bapak kapolri sampaikan terjadi pengambilan CCTV dan sebagainya," ujar Irjen Dedi.

Keputusan di balik Irjen Ferdy Sambo dinyatakan melakukan ketidakprofesionalan berdasarkan hasil penyidikan Inspektorat Khusus (Irsus) Polri. Ada 10 orang saksi yang sudah dimintai keterangan.

“Irsus menetapkan bahwa Irjen FS diduga melakukan pelanggaran terkait masalah ketidakprofesional dalam olah TKP oleh karenanya malam hari ini yang bersangkutan langsung ditempatkan di tempat khusus di Mako Brimob,” kata Irjen Dedi.