JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menilai langkah Bambang Widjojanto atau BW jadi kuasa hukum mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming tidak etis.
Apalagi mantan anggota TGUPP Gubernur DKI Jakarta itu pernah jadi pimpinan komisi antirasuah. Namun, dia malah menjadi kuasa hukum pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
"Jadi secara etika, yang bersangkutan (Bambang Widjojanto, red) dulu kan pernah jadi pimpinan di sini. Kemudian yang bersangkutan menjadi pengacara terhadap seseorang yang kita tetapkan sebagai tersangka di sini," kata Alexander di Jakarta, Jumat, 22 Juli.
"Menurut etika rasanya enggak pas saja kalau secara etika," sambungnya.
Selain etika, Alexander juga menyebut BW masih terikat dengan KPK. Apalagi, dia masih punya hak berupa pendampingan dari KPK jika mengalami persoalan hukum.
"Kalau misalnya nanti dia ternyata ketika dalam melaksanakan tugas setelah menjabat di KPK ada persoalan hukum yang bersangkutan masih punya hak untuk mendapat pendampingan hukum dari KPK, ya, gitu," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Mardani mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan setelah menerima surat penetapan tersangka dari KPK. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menunjuk anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta Bambang Widjojanto dan eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana sebagai kuasa hukum.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait izin pertambangan di Tanah Bumbu, Kalimantan. Praktik korupsi ini diduga terjadi saat Mardani masih menjabat.
Penetapan Maming sebagai tersangka oleh KPK ini awalnya diketahui dari Ditjen Imigrasi saat membenarkan adanya pencegahan ke luar negeri. Sementara KPK belum menyampaikan pengumuman karena upaya paksa penahanan belum dilakukan.