Ternyata Jaksa Pinangki dengan Rahmat Pernah Coba Bisnis Pengadaan CCTV di Kejagung
Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tipikor Senin 9 November (Rizky Adytia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sidang perkara gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari menghadirkan saksi. Dua orang saksi yang dihadirkan yakni Joko Tjandra dan Rahmat. 

Dalam persidangan, saksi pertama yang diperiksa adalah Rahmat. Dia ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) soal awal perkenalannya dengan Pinangki.

Di hadapan majelis hakim, Rahmat menceritakan perkenalan dengan jaksa Pinangki bermula pada Juni 2019. Saat itu hubungan keduanya hanyalah rekan bisnis.

"Saya kenal terdakwa ibu Pinangki bermula Juni-Juli 2019. Saya dikenalkan sahabat saya," ujar Rahmat dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Senin, 9 November.

Bentuk bisnis yang dijalani yakni pengadaan kamera CCTV di Kejaksaan Agung (Kejagung). Pertemuan pertama antar keduanya terjadi di Mal Pacific Place, Jakarta Selatan. Pertemuan kemudian berlanjut di hari-hari berikutnya di kantor. Pertemuan itu disebut masih seputar bisnis pengadaan. 

"Ternyata TOR kita tidak sesuai dengan Kejaksaan sehingga kita mundur (bisnis pengadaan)," kata dia.

Rahmat diketahui mulai dikaitkan dengan kasus ini setelah fotonya beredar di media sosial, yang memperlihatkan dirinya bersama dengan, Jaksa Pinangki, Anita Kolopaking dan Djoko Tjandra di luar negeri.

Selain itu, Rahmat adalah orang yang membawa Pinangki menemui Djoko Tjandra di Kuala Lumpur pada September 2019.

Sementara, Jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500 ribu dolar AS (setara Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra.

Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp 6.219.380.900 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.