JAKARTA - Terdakwa perkara dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) disebut sempat mengarahkan jawaban Rahmat saat diperiksa Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung (Kejagung).
Pemeriksaan itu terkait dengan kepergian Pinangki ke luar negeri tanpa sepengetahuan atasan. Hal ini terungkap ketika Rahmat diperiksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Senin, 9 November.
"Diperiksa Jamwas, Pinangki minta saya bilang ke Malaysia urusan bisnis," ujar Rahmat.
Dalam arahan Pinangki, Rahmat diminta untuk menjelaskan bisnis yang dimaksud perihal Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Padahal, dia tidak mengerti apapun perihal tersebut.
"Ke Malaysia untuk bahas PLTU ke pengusaha dengan nama Joe Chan," kata dia.
Rahmat mengatakan, dirinya mengikuti arahan dari Pinangki ketika diperiksa. Alasannya, sudah diyakinkan bila semuanya sudah diurus oleh Pinangki.
"Ibu Pinangki bilang karena ini Rahmat di atas sudah dikondisikan," kata dia.
Tapi akhirnya Rahmat mengatakan yang sebenarnya. Pernyataan itu diutarakan pada saat menjalani pemeriksaan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
"Setelah saya pikir, saya sebagai umat Islam tidak boleh berbohong maka saya berikan kesaksian yang sesungguhnya," kata dia.
BACA JUGA:
Adapun dalam perkara ini, sosok Rahmat merupakan saksi. Dia mulai dikaitkan dengan kasus ini setelah fotonya beredar di media sosial, yang memperlihatkan dirinya bersama dengan, Jaksa Pinangki, Anita Kolopaking dan Djoko Tjandra di luar negeri.
Selain itu, Rahmat adalah orang yang membawa Pinangki menemui Djoko Tjandra di Kuala Lumpur pada September 2019.
Sementara, Jaksa Pinangki sudah didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500 ribu dolar AS (setara Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra.
Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp 6.219.380.900 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.
Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.