JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik proses pengurusan izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Langkah ini dilakukan dengan memeriksa dua orang karyawan swasta yaitu Budi Harto dan Idham Chalid.
Keduanya diperiksa pada Kamis, 14 Juli, sebagai saksi terkait dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming.
"Hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan proses pengurusan dan pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 15 Juli.
Sementara itu, usai diperiksa kedua saksi enggan menjawab pertanyaan apapun dari para pewarta di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Budi Harto bahkan membantah mengenal Mardani Maming.
"Bukan (kawannya, red). Bukan. Saya enggak kenal Maming," tegasnya sambil berlalu menuju pintu keluar gedung.
KPK memang saat ini belum merinci pihak tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus suap dan gratifikasi tersebut. Namun, status Mardani sebagai tersangka di kasus ini disebut oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) yang melakukan pencegahan ke luar negeri selama enam bulan.
BACA JUGA:
Dalam kasus ini, nama Mardani Maming pernah disebut menerima uang sebesar Rp89 miliar dalam persidangan dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu yang digelar di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Dugaan ini disampaikan adik dari mantan Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) Henry Soetio, Christian Soetio. Saat itu, Christian mengaku tahu adanya aliran dana kepada eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).
Transfer uang tersebut berlangsung sejak 2014. Jumlah puluhan miliar rupiah itu, disebut sebagai jumlah yang dikutip berdasarkan laporan keuangan PT PCN.