JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menandatangani UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, dalam perundangan ini masih diwarnai dengan salah ketik.
Menyoroti hal ini, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai hal ini menunjukkan tata kelola pemerintah tidak bagus. Karena mengurus pasal yang ada dalam UU Cipta Kerja itu saja belum tepat.
"Ini mencerminkan tata kelola pemerintah yang rumit dan tak bagus. Hal yang kecil salah, apalagi mengurus hal besar," kata Ujang saat dihubungi VOI, Selasa, 3 November.
Menurutnya, kesalahan ini merupakan salah satu bukti jika UU Cipta Kerja ini tak disiapkan dengan matang.
"Beginilah kalau UU tak disiapkan dengan matang, tergesa-gesa saat diketuk palu, diubah lagi setelah diajukan oleh Sekjen DPR 812 halaman menjadi 1.187 halaman," tegasnya.
Lebih lanjut, dia menilai kesalahan semacam ini akan berujung pada turunnya tingkat kepercayaan publik. Karena masyarakat akan menilai negara selama ini dikelola secara tidak serius.
"Ini sangat merugikan. Masyarakat akan beranggapan, kok, negara dikelola dengan main-main," ungkapnya.
"Kemudian nanti pemerintah bisa saja berargumen mencari pembenaran seperti salah ketik," imbuhnya.
Diketahui, kesalahan penulisan dalam naskah UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini terdapat dalam UU Cipta Kerja Pasal 6 yang berbunyi:
Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan perizinan berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi
Pasal 5 ayat 1 huruf a tidak ada di Undang-Undang diteken Jokowi. Karena tak ada ayat turunan dalam pasal yang berbunyi sebagai berikut:
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.