Bagikan:

JAKARTA - Amran, warga Kampung Pulo korban relokasi gusuran Pemprov DKI Jakarta pada 7 tahun silam, kembali menuntut keadilan atas tempat tinggalnya kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Sebab, Amran dan keluarganya yang telah menempati unit hunian di Rusunawa Jatinegara Barat Tower A, Lantai 8, No. 802, RT 002/009, Kelurahan Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, terancam diusir paksa oleh pihak UPRS (unit pengelola rumah susun satu) Rusunawa Jatinegara Barat.

Perlu diketahui UPRS di bawah Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta.

"Jangan rampas hak kami, cucu kami butuh hidup," kata Amran saat ditemui VOI di kediamannya, Jumat, 1 Juli, malam.

Padahal Amran dan keluarganya sudah menempati rusun sejak tahun 2015 pasca program relokasi Pemprov DKI Jakarta.

Namun, pria mantan LMK itu justru dipaksa angkat kaki dari huniannya oleh pihak UPRS karena alasan kasus putrinya yang sempat mencuat.

Pihak UPRS beralasan bahwa putri Amran yang berinisial MS tersangkut masalah hukum atas pembuangan bayi di kawasan Kali Ciliwung, Jalan Inspeksi Kampung Pulo, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur pada Rabu, 1 Juni, lalu.

Mendasar dari perbuatan MS itu, berimbas pada pengusiran paksa terhadap kedua orangtua MS yang tak tahu apa-apa terkait masalah hukum anaknya itu.

"Anak saya (MS) masih diproses hukum. Tolong jangan membebani kami. Kami korban relokasi, pemerintah yang memprogramkan kami tinggal disini. Sekarang, mereka (UPRS) mau mengusir kami, kami mau tinggal dimana?," kata Amran.

Terlebih, pihak UPRS telah melayangkan surat pemutusan perjanjian sewa menyewa unit hunian kepada Amran yang diberikan pada Senin, 27 Juni, kemarin.

"Surat datang tanggal 27 Juni. Kemudian pihak UPRS melakukan klarifikasi kepada saya pada tanggal 28 Juni. Ternyata mereka bahas terkait masalah anak saya (MS) itu. Surat itu berbunyi saya disuruh keluar (diusir) dari sini (Rusunawa)," ujarnya.

Amran pun heran atas sikap UPRS. Terlepas dari masalah putrinya yang berinisial MS, padahal dirinya merupakan korban relokasi gusuran Pemprov DKI yang ditempatkan di Rusunawa. Apalagi saat ini efek pandemi masih terasa, dampak ekonomi masih dialami Amran dan keluarganya.

"Beban kami sangat berat, sedangkan cucu kami (anak MS yang berinisial NA (1 bulan) masih dalam tahap recovery penyembuhan dari RS Polri," paparnya.

Pihak UPRS pun mengatakan kepada Amran bahwa keluarganya harus segera angkat kaki dari hunian rusunawa sampai batas waktu 15 Juli mendatang. Nantinya unit hunian akan diajukan kepada warga yang belum jelas asal usulnya.

"Saya berharap pak Gubernur dapat memutuskan permasalahan saya dan keluarga, diputuskan secara arif dan bijaksana. Karena bapak Gubernur ingin sekali warga Jakarta itu maju kotanya dan bahagia warganya. Kami ingin bahagia. Jangan rampas kebahagian kami selaku masyarakat kecil," harapnya.