Kemendagri Khawatir Hoaks COVID-19 Bikin Turunnya Partisipasi Pemilih di Pilkada 2020
Ilustrasi (Ilham Amin/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Staf khusus Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Kastorius Sinaga menyebut berbagai isu hoaks COVID-19 bisa dimanfaatkan sebagai kampanye hitam untuk menurunkan angka pemilih dalam ajang Pilkada 2020. Menurutnya, hal ini sangat mungkin terjadi dan berimbas menguntungkan salah satu pasangan calon dalam kontestasi tersebut.

"Harus diwaspadai hoaks terkait COVID-19 digunakan dalam upaya black campaign untuk saling menjatuhkan antar lawan politik di kontestasi pilkada. Penyebaran hoaks dengan isu COVID-19 demi perebutan atau penggembosan suara bisa menjadi strategi black campaign yang ujungnya membuat tingkat partisipasi pemilih merosot," kata Kastorius seperti dikutip dari keterangan tertulisnya yang dikutip VOI, Rabu, 28 Oktober.

Menurutnya, ada berbagai hoaks yang mungkin tersebar nantinya ketika pelaksanaan pencoblosan dilakukan pada 9 Desember. Salah satu contoh hoaks yang kemungkinan disebarkan yaitu terkait adanya calon pemilih maupun panitia penyelenggara pemilu dalam hal ini petugas KPPS yang terpapar COVID-19. Dengan hoaks semacam ini, kata dia, sangat mungkin antusiasme pemilih akan menurun.

 

Sehingga, untuk mencegah situasi ini, Mendagri Tito Karnavian telah meminta para pimpinan daerah seperti gubernur hingga wali kota untuk bersinergi dengan para pemangku kepentingan. Selain itu, Forum Komunikasi Pemimpin Daerah (Forkompimda) juga diminta untuk menggandeng media lokal untuk melakukan sosialisasi Pilkada 2020 yang tentunya harus memperhatikan penerapan protokol kesehatan.

Selain itu, kampanye anti hoaks di wilayah yang akan melaksanakan Pilkada 2020 juga harus dilakukan secara masif. Sehingga, kekhawatiran mengenai penurunan jumlah pemilih tak akan terjadi dan masyarakat justru bisa membantu pemerintah untuk melawan hoaks.

Lebih lanjut, Kemendagri juga terus memantau pelanggaran dan kepatuhan protokol kesehatan yang dilakukan oleh pasangan calon yang akan maju di Pilkada 2020 dan hasilnya sangat memuaskan dibandingkan sebelumnya karena hanya sedikit pelanggaran yang terjadi.

"Setiap minggu kita memonitor pelanggaran dan kepatuhan protokol kesehatan di masa kampanye," tegasnya.

"Dari 9.500 kampanye tatap muka pelanggarannya yang terjadi hanya 250 atau 2,5 persen. Artinya, pilkada ini aman COVID-19 dan menunjukkan tren yang menggembirakan," pungkasnya.

Pilkada 2020

Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2020 akan menjadi spesial dibanding pesta demokrasi yang lain. Pilkada 2020 akan tercatat dalam sejarah karena pesta demokrasi ini diselenggarakan saat Indonesia masih masuk masa darurat penyebaran COVID-19. 

Untuk memberikan kepastian hukum terkait pelaksanaan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan Pilkada 2020, pemerintah menelurkan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 6 Tahun 2020 atau PKPU No 6/2020. Beleid itu berisi aturan penerapan protokol kesehatan pada setiap tahapan Pilkada.

KPU juga menyiapkan simulasi proses pemungutan hingga penghitungan suara di tempat pemungutan suara dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 yang melibatkan Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Pada penerapannya, KPU harus mengedepankan penggunaan media digital dalam sosialisasi ataupun kampanye. Selain itu KPU juga membatasi peserta sosialisasi secara tatap muka dan membatasi jumlah massa yang mendampingi proses pendaftaran calon peserta pilkada ke KPU.

Selain penyelenggara, partai politik dan bakal calon yang akan hadir dalam pendaftaran juga diwajibkan untuk menerapkan protokol kesehatan. Salah satu penerapannya antara lain saat penyerahan dokumen pendaftaran bakal pasangan calon Pilkada yang diatur Pasal 49 Ayat (1) PKPU 6/2020.

Dalam beleid itu diatur dokumen yang disampaikan harus dibungkus dengan bahan yang tahan terhadap zat cair. Lalu sebelum diterima petugas, dokumen itu disemprot dahulu dengan cairan disinfektan.

Dalam aturan itu juga petugas penerima dokumen wajib mengenakan alat pelindung diri berupa masker dan sarung tangan sekali pakai. Aturan lainnya: membatasi jumlah orang yang ada di dalam ruangan; dilarang membuat kerumunan; penyampaian dokumen harus berjarak dan antre; seluruh pihak membawa alat tulis masing-masing; menghindari kontak fisik; penyediaan sarana sanitasi yang memadai; dan ruangan tempat kegiatan dijaga kebersihannya.

Selain proses pendaftaran, pelaksanaan kampanye dan pemungutan suara juga dipastikan akan berbeda dari kondisi normal. Pada proses kampanye aturan protokol kesehatan tercantum pada Pasal Pasal 57-64.

Yang paling akan terasa berbeda pada Pilkada 2020 ini adalah, para pasangan calon harus sebisa mungkin membatasi diri bertemu dengan khalayak ramai. Dalam aturan itu juga diatur mengenai diskusi publik yang harus dilakukan di studio Lembaga Penyiaran. Pada pendukung tak diperkenankan hadir pada acara-acara tersebut.

Untuk mewujudkan peraturan tersebut pemerintah telah menambahkan anggaran penyelenggaraan Pilkada 2020. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akhir Agustus lalu, total anggaran pilkada sebesar Rp15,22 triliun. Sementara yang telah dicairkan pemerintah daerah sebanyak Rp12,01 triliun atau 92,05 persen. Sehingga masih ada 7,95 persen atau Rp1,21 triliun yang belum dicairkan.

Jumlah itu sudah termasuk anggaran tambahan sebagai biaya untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19. Untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) anggaran ditambahkan sebesar Rp4,7 triliun, Bawaslu Rp478 miliar, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Rp39 miliar, dengan didukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).