JAKARTA - Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) potensi kecurangan yang akan terjadi jika partisipasi pemilih yang hadir ke tempat penungutan suara (TPS) rendah saat Pilkada 2020.
"Kalau partisipasi pemilih datang ke TPS menurun, ada potensi manipulasi suara, potensi pengerahan massa dari mereka yang tidak berhak, atau bahkan mungkin penyalahgunaan kertas suara," kata Fadli dalam diskusi virtual, Kamis, 6 Agustus.
Potensi kecurangan ini, kata Fadli, harus dihindari oleh KPU khususnya jajaran kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Sebab, saat ini ada kekhawatiran bahwa partisipasi publik akan menurun karena saat ini dilanda pandemi COVID-19.
Penurunan partisipasi pemilih saat pandemi COVID-19 sudah diprediksi oleh sejumlah survei. Misalnya, lembaga survei Charta Politika menyatakan bahwa pemilih pilkadaa yang mengaku tetap datang ke TPS di masa pandemi hanya 34,9 persen.
Sebanyak 10,2 persen tak akan datang, sementara 55 persen responden menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.
"Lebih sedikit pemilih yang memiliki atensi terhadap proses pelaksanaan pilkada di tengah pandemi disebabkan adanya kondisi ekonomi yang sulit dan kekhawatiran terhadap ancaman penularan COVID-19," ucap dia.
Lebih lanjut, Fadli menyebut target KPU terhadap partisipasi pemilih yang datang ke TPS di masa pandemi sebesar 77,5 persen memang cukup tinggi.
Namun, hal ini bisa menjadi motivasi KPU untuk menjamin keselamatan pemilih dan penyelenggara dari penularan COVID-19 di hari pemungutan suara.
"Bahwa sekarang ada kekhawatiran soal atensi masyarakat menurun, nanti akan jadi tantangan KPU untuk menjawab kondisi kondisi ini dan kemudian mendorong masyarakat bisa terus berpartisipasi dalam proses pelaksanaan pilkada," jelas Fadli.
BACA JUGA:
Diketahui, hari pemungutan suara Pilkada 2020 akan jatuh pada hari Rabu, 9 Desember 2020. Ada 270 daerah yang terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota yang akan menggelar kontestasi kepala daerah tersebut.
Payung hukum pelaksanaan Pilkada 2020 telah disahkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang kini menjadi undang-undang.
Adapun untuk seluruh pelaksanaan kegiatan tahapan pilkada akan disertai dengan penerapan protokol pencegahan COVID-19. Di antaranya adalah selalu mengenakan masker, menjaga jarak, mencegah kerumunan.
Setiap pertemuan dibatasi dengan pengurangan kapasitas 50 persen. Jajaran penyelenggara pemilu juga menjalani rapid test secara berkala.