JAKARTA - Tim pemenangan pasangan calon nomor urut 3 Pramono Anung-Rano Karno merespons pernyataan kubu paslon nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono yang menyebut legitimasi pemenang Pilgub Jakarta lemah.
Ucapan itu dilontarkan timses RK-Suswono berkaitan dengan partisipasi pemilih Pilgub Jakarta kurang dari 60 persen dan terendah sepanjang sejarah.
"Cukup lah membuat alasan yang mengada-ngada. Saat ini warga Jakarta butuh pemerintahan baru yang segera harus bisa bekerja untuk bisa menyelesaikan permasalahan warga Jakarta," kata bendahara timses Pramono-Rano, Charles Honoris di rumah pemenangan Pramono-Rano, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 3 Desember.
Charles menegaskan, rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 tak hanya terjadi di Jakarta, melainkan juga daerah lainnya.
Charles juga mengomentari kritikan kubu RK-Suswono (RIDO) terkait banyaknya warga yang tak diberikan pemberitahuan untuk mencoblos atau form C6, sehingga banyak pemilih yang tak datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya.
Menurut Charles, sejatinya masyarakat tetap bisa datang ke TPS untuk memilih dengan membawa KTP asalkan terdaftar di TPS masing-masing.
Karenanya, Charles menegaskan tak ada indikasi kecurangan untuk mengurangi keterpilihan paslon di Pilgub Jakarta dari C6 yang tak dibagikan oleh penyelenggara pilkada.
"Bagaimana 01 bisa memastikan, bahwa yang tidak mendapatkan C6 itu pasti memilih mereka? Kalau dikatakan mereka dirugikan, kami juga bisa mengatakan kami dirugikan. Karena bisa saja yang tidak mendapatkan C6 itu pemilih dari 03," tegas Charles.
"Artinya kalau dikatakan bahwa karena C6 tidak terdistribusi dengan baik, sehingga seolah-olah di Jakarta ini ada konspirasi besar, ada upaya manipulasi, ini adalah sesuatu yang mengada-ada," sambungnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Sekretaris Tim Pemenangan RIDO, Basri Baco menyatakan pemenang kontestasi Pilkada Jakarta bakal memiliki legitimasi yang rendah. Penyebabnya, partisipasi masyarakat sebagai pemilih hanya sebagian kecil dari total warga Jakarta.
"Jadi legitimasi calon gubernur atau gubernur terpilih hanya kurang lebih seperempat dari DPT yang memilih, sehingga menurut kami kalau ini terjadi maka legitimasinya sangat lemah," ujar Baco kepada wartawan, Senin, 2 Desember.
"Berdasarkan data sementara, dari 7 juta atau 8 juta atau mungkin 9 juta jiwa, terdapat DPT dari Jakarta itu kurang lebih sekitar 8 juta yang milih hanya setengahnya, yang milih hanya setengahnya. Dan pemenangnya kalau harus 50 persen plus 1 berarti seperempatnya," lanjut Baco.
Salah satu penyebab menurunnya jumlah pemilih, kata Baco, tak profesionalnya Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam mendistribusikan surat C6. Sehingga, banyak masyarakat yang tak bisa menggunakan hak pilihnya.
"Ini artinya apa? tidak becusnya para penyelenggara pilkada, tidak profesionalnya para penyelenggara pilkada khususnya PPS dan KPPS," pungkasnya.