Bagikan:

JAKARTA - Pilkada 2020 yang bakal dilaksanakan pada Kamis, 9 Desember tinggal menghitung waktu. Pencoblosan ini akan dilaksanakan di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. 

Berbeda dari lima tahun sebelumnya, kali ini pemilihan kepala daerah dilakukan di tengah pandemi COVID-19. Banyak hal baru yang akan ditemukan oleh masyarakat pemegang hak pilih di tempat pemungutan suara (TPS) yang sengaja dirancang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) guna mencegah terjadinya penularan COVID-19 saat proses pencoblosan.

Seperti yang ditayangkan di akun YouTube KPU RI, ada sejumlah aturan baru dalam pelaksanaan pencoblosan yang aman COVID-19 dan wajib diikuti oleh para pemilih. Pertama, pemilih yang datang ke tempat pemungutan suara (TPS) diwajibkan untuk memakai masker. Berikutnya, pemilih wajib menjaga jarak aman.

Ketiga, pemilih diwajibkan untuk mencuci tangan ketika tiba di TPS, saat akan mencoblos, dan sesudah mencoblos di sarana cuci tangan yang telah disediakan. 

Keempat, sebelum masuk ke TPS, pemilih akan diukur suhu tubuhnya. Bagi pemilih yang tinggi suhu tubuhnya atau lebih dari 37,3 derajat celcius, akan dipersilakan memilih di bilik suara khusus.

Kelima, guna mencegah penularan melalui sentuhan, pemilih diharuskan memakai sarung tangan dari plastik yang disediakan oleh panitia TPS saat mencoblos. Keenam, berbeda dari tahun biasa, di tengah pandemi ini masyarakat tidak akan lagi mencelupkan jari mereka ke tinta pemilu melainkan hanya ditetesi saja.

Ketujuh, jumlah pemilih di satu TPS nantinya hanya dibatasi untuk 500 orang dan seluruh Kelompok Petugas Pemungutan Suara (KPPS) nantinya akan diwajibkan untuk memakai alat pelindung diri (APD) berupa masker, pelindung wajah atau faceshield, dan sarung tangan guna mencegah terjadinya penularan.

Aturan kedelapan, tidak boleh ada kerumunan maupun kontak fisik di TPS saat pencoblosan, termasuk bersalaman dan lainnya.

Kesembilan, guna mencegah paparan virus, masing-masing TPS akan disemprot disinfektan secara berkala.

Terakhir, nantinya jam pencoblosan para pemilih bakal di atur dan hal ini tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara. Lewat surat ini, nantinya ada info waktu pencoblosan dan imbauan agar pemilih harus memakai masker, membawa pulpen, dan identitas diri seperti KTP maupun Surat Keterangan Perekaman KTP. Adapun jadwal pencoblosan Pilkada 2020 pada 9 Desember besok akan dimulai pada pukul 07.00-13.00 waktu setempat.

Kesiapan untuk pilkada juga diklaim telah dilakukan dengan sangat baik oleh berbagai pihak. Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan persiapan ini bukan hanya aktif dilakukan oleh pemerintah dan penyelenggara negara. 

Namun, kerja ini juga dilakukan bersama dengan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 yang turut serta berkoordinasi sehingga persiapan tahapan kontestasi lima tahunan ini bisa berjalan baik dan masyarakat tidak perlu khawatir untuk menyalurkan hak memilihnya.

"Masyarakat tidak perlu khawatir lantaran pilkada sudah dipersiapkan dengan matang, dengan berbagai upaya agar masyarakat terhindar dari paparan COVID-19," ungkapnya seperti dikutip dari keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin, 7 Desember.

"Tugas masyarakat hanya patuhi protokol kesehatan, datang ke lokasi pada jadwal yang suda ditentukan oleh KPU," imbuh dia.

Lebih lanjut, Akmal mengingatkan partisipasi masyarakat sangat penting dalam pilkada ini. Tujuannya, agar siapapun pemimpin daerah yang terpilih akan memiliki legitimasi yang kuat.

"Kita membutuhkan pemimpin yang memiliki legitimasi yang kuat, kita kan semua sepakat untuk menangani COVID-19 ini secara bersama, saling bersinergi. Sinergi bersama-sama itu membutuhkan partisipasi," tegasnya.

KPU dan pemerintah memang boleh saja menyiapkan berbagai cara agar Pilkada 2020 ini aman dari bahaya COVID-19. Namun, epidemiolog asal Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai lonjakan kasus COVID-19 masih perlu tetap diwaspadai dengan melakukan berbagai pencegahan.

Dia sepakat beberapa cara yang ada seperti mengatur waktu kedatangan pemilih di TPS akan mampu mengurangi munculnya kerumunan. Namun, Dicky menilai, masih ada satu hal yang kurang dari tata pelaksanaan pencoblosan ini yaitu uji COVID-19.

"Lakukan saja misalnya, rapidtes antigen sehari sebelumnya dan diberi info kemudian siapa yang boleh datang berdasarkan hasil tes. Jadi tes ini dilakukan minimal tiga hari sebelumnya dan maksimal sehari sebelumnya," kata Dicky saat dihubungi VOI.

Pengujian ini kemudian harus diulangi lagi setelah masyarakat selesai melakukan pencoblosan dan hasilnya dimasukkan ke dalam sistem pendataan di kabupaten maupun wilayah.

"Sehingga selain protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, aspek testing dan tracing ini penting. Karena potensi terjadinya kasus sudah cukup jelas," tegasnya.

"Selain itu, tiap daerah harus mempersiapkan fasilitas kesehatannya. Sehingga jika ada lonjakan kasus sudah jadi bagian yang harus disiapkan dan risiko yang sulit dihindari," pungkasnya.