BANJARMASIN - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung Abdul Salam meminta terdakwa Dwidjono Putrohadi Sutopo dan pengacaranya dalam sidang kasus dugaan korupsi suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan agar fokus dugaan suap Rp27 miliar.
"Kami menolak semua pembelaan yang disampaikan oleh terdakwa dan pengacaranya," kata Abdul Salam saat menanggapi pembelaan terdakwa, Antara, Rabu, 15 Juni.
Menurut Abdul Salam, tindakan terdakwa dalam kasus ini yakni mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu merupakan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Terdakwa dan Hendri Soetio membuka rekening tidak wajar yang mengatasnamakan orang lain.
"Mendirikan perusahaan yang berdalih itu perusahaan bukan punya terdakwa, tapi faktanya istrinya mengakui untuk mendirikan perusahaan itu atas arahan terdakwa," kata Abdul.
Menurutnya, semua pembelaan tersebut sudah terungkap dalam fakta persidangan. Jaksa menyatakan mengantongi lima alat bukti yang kuat, termasuk alat bukti elektronik, bukti transaksi dari pihak bank, dan dibenarkan semua.
"Saya pikir biar hakim yang menilai, yang jelas fakta persidangan ini menjadi acuan kami. Pada intinya tuntutan kami pada minggu lalu itu tetap, kita tunggu hasil persidangan pada putusan," kata dia lagi.
Dia juga menyatakan tidak menanggapi keterangan tambahan yang diberikan oleh pengacara Dwidjono Putrohadi Sutopo.
"Rp27,6 miliar itu adalah objek kami, di luar dari situ kami tidak ada urusan. Pembuktian penuntut umum itu berdasarkan dakwaan yang kami sangkakan menerima uang Rp27,6 miliar," tegasnya.
Sementara pengacara terdakwa Lucky Omega mengakui kliennya memberikan keterangan berbeda dengan keterangan yang diberikan saat sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Banjarmasin pada Senin, 23 Mei 2022 lalu.
Lucky membenarkan ucapan terdakwa pada sidang pemeriksaan itu merupakan sebuah kekeliruan. Kejaksaan Agung menetapkan Dwidjono Putrohadi Sutopo sebagai terdakwa atas dugaan suap yang disamarkan dalam bentuk hutang dari PT PCN senilai Rp27,6 miliar.
Dwidjono juga sebagai pemilik PT Borneo Mandiri Prima Energi (BMPE), dengan Direktur Utama Bambang Budiono dan Komisaris Sugiarti.
Uang sebanyak itu terdiri dari Rp13,6 miliar di dalam ATM Bank Mandiri atas nama Yudi Aron, dan transfer ke rekening perusahaan PT BMPE Rp14 miliar atas penjualan batu bara ke PT PCN.
BACA JUGA:
Kejaksaan Agung menuntut terdakwa Dwidjono hukuman pidana 5 tahun penjara dan denda Rp1,3 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti kurungan badan 1 tahun.