Inilah Alasan UU Cipta Kerja Lebih Cepat Disahkan Ketimbang RUU HIP
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, Undang-Undang Cipta Kerja lebih cepat disahkan ketimbang Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP).

"RUU HIP itu kan karena pemerintah dan DPR berbeda pandangan. Kalau seperti Omnibus Law kan sama, aspirasinya terus ditampung," kata Mahfud dalam acara bertajuk 4 Menko dalam Satu Panggung: Dialog Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf yang ditayangkan di TVRI, Minggu, 25 Oktober, malam.

Dia mengatakan ini, karena dua UU tersebut merupakan yang paling banyak diperbincangkan publik belakangan ini, meski DPR memiliki sejumlah UU yang dibahas. 

"Harus diingat, kan yang diselesaikan banyak sekali undang-undang pada tahun ini tapi yang ramai kan hanya dua ya, RUU HIP kita tunda lalu Omnibus Law kita tidak tunda. Cuma memang itu menjadi sangat ramai," ungkapnya.

Lebih jauh, Mahfud meluruskan pandangan publik yang menyebut UU Cipta Kerja disahkan secara terburu-buru. Sebab, pembahasan UU yang tersebut sudah dibahas sejak lama. Bahkan, sudah disinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato pelantikannya, 20 Oktober 2019.

"Artinya pembahasannya sebenarnya sudah setahun sampai sekarang ini. Kalau dilihat dari rencana presiden sampai pembahasan di DPR. Jadi kalau dibilang buru-buru tidak juga," ungkapnya.

 

Dalam proses pembahasan UU tersebut, kata Mahfud, pemerintah maupun DPR RI selalu menampung aspirasi dari serikat buruh dari dua sisi yaitu mereka yang menolak dan menerima. 

"Semua kita tampung, kita undang dalam forum yang berbeda masing-masing. Di kantor saya saja tidak kurang dari tiga kali dan usulnya, konkrit ditampung lalu dibahas bersama," tegasnya.

Mahfud mengaku mendapat kesulitan dalam pembahasa UU ini  karena adanya serikat buruh yang bersikeras terhadap tuntutan mereka dan tak mau berkompromi. Sehingga, akhirnya pemerintah memutuskan menyerahkan rancangan perundangan itu kepada DPR RI untuk dibahas lebih lanjut sekaligus memberi keputusan sebagai lembaga yang berwenang.

Selain menerima masukan dari buruh, dia mengklaim, pemerintah telah menerima masukan dari para akademisi. Masukan ini mengalir deras setelah klaster pendidikan masuk dalam perundangan ini dan dianggap akan berimbas pada komersialisasi pendidikan.

"Jadi artinya sudah banyak sekali sebenarnya perbaikan-perbaikan sesuai masukan dari masyarakat dari kelompok buruh terutama. [...] Artinya kan aspiratif, apa yang dikatakan oleh masyarakat ya kita respons," ujarnya.