Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Presiden bidang Hukum Dini Purwono menegaskan penghapusan satu pasal di Omnibus Law UU Cipta Kerja yaitu Pasal 46 tentang minyak dan gas bumi tak akan membuat substansi perundangan ini berubah. Dini mengatakan, Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) sudah melaksanakan tugasnya dengan baik dengan menghapus pasal tersebut.

Menurut Dini, pihak Kemensetneg hanya merevisi atau menghapus kesalahan pengetikan dan membuat substansi perundangan itu semakin jelas. Apalagi, Pasal 46 UU Cipta Kerja ini memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena telah ditolak oleh Panitia Kerja DPR.

"Setneg dalam hal ini justru melakukan tugasnya dengan baik. Dalam proses cleansing final sebelum naskah dibawa ke presiden, Setneg menangkap apa yang seharusnya tidak ada dalam UU Cipta Kerja dan mengkomunikasikan hal tersebut dengan DPR," kata Dini kepada wartawan lewat keterangan tertulisnya, Jumat, 23 Oktober.

"Penghapusan Pasal 46 ini justru menjadikan substansi sejalan dengan apa yang sudah disepakati dalam rapat panja dan yang tidak boleh diubah itu substansinya," imbuh dia.

Lagipula, perubahan yang dilakukan oleh Kemensetneg ini sudah sesuai dengan hal yang disepakati dalam rapat panitia kerja, diketahui DPR, dan telah diparaf oleh Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas.

"Perubahan itu dilakukan dengan proper dan ini yang penting," tegasnya.

Dini tidak menjawab jika munculnya Pasal 46 dalam draf yang diserahkan DPR ke tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai akibat dari kebut-kebutan pengesahan pasal tersebut. Menurutnya, pihak Kemensetneg kini hanya bertugas melakukan pengecekan terakhir sebelum naskah ini ditandatangani Jokowi. "Setneg hanya melakukan final review atas naskah yang diserahkan oleh DPR," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengakui bahwa ada satu pasal hilang pada Undang-Undang Cipta Kerja yang kembali mengalami perubahan menjadi 1.187 halaman, yakni Pasal 46 tentang Badan Pengaturan Pendistrubusian Minyak dan Gas Bumi.

Perubahan halaman ini mulanya diketahui pemerintah ketika menyerahkan naskah UU Cipta Kerja kepada Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah yang setebal 1.187 halaman. Padahal, sebelumnya DPR menyerahkan naskah setebal 812 halaman kepada pemerintah.

"Terkait Pasal 46 yang mengalami koreksi itu, itu benar. Jadi, kebetulan Setneg yang temukan, itu seharusnya memang dihapus," kata Supratman saat dikonfirmasi, Kamis, 22 Oktober.

Menurut Supratman, dalam pembahasan UU Cipta Kerja sebelum disahkan, pemerintah ingin ada pengalihan kewenangan toll fee dari BPH Migas ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hal itu sempat diutarakan dalam rapat Panitia Kerja DPR RI. Namun, Panja tidak menerima usulan tersebut dan tak jelas alasan Baleg DPR RI luput mengubah usulan pemerintah yang tertuang dalam Pasal 46 itu.

"Tetapi dalam naskah yang tertulis itu yang kami kirim ke setneg ternyata masih tercantum ayat 1-4. Karena tidak ada perubahan, oleh Setneg itu mengklarifikasi ke Baleg," jelas Supratman.

Itu sebabnya Pasal 46 dihapus dalam UU Cipta Kerja yang kini menjadi 1.187 halaman. "Seharusnya memang dihapus, karena kembali ke undang-undang eksisting, jadi tidak ada di Undang-Undang Cipta Kerja," tutur dia.

Diketahui, memang terdapat perubahan format dalam naskah UU Cipta Kerja yang kembali mengalami perubahan jumlah halaman. Naskah UU Cipta Kerja 1.187 halaman terlihat lebih rapi dibandingkan dengan naskah 812 halaman.

Namun, terdapat satu pasal yang hilang dari naskah UU Cipta Kerja 812 halaman dengan naskah 1.187 halaman. Adapun pasal yang hilang adalah Pasal 46 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagai berikut:

Pasal 46:

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilakukan oleh Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4).

(2) Fungsi Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengaturan agar ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi yang ditetapkan Pemerintah Pusat dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri.

(3) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan dan penetapan mengenai:

a. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak;

b. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional;

c. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak;

d. tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa;

e. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil; dan

f. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi.

(4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup tugas pengawasan dalam bidang-bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Selain menghilangnya Pasal 46, ada pula perubahan bab terkait Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan Pajak dan Retribusi. Dalam naskah 812 halaman, hal ini ada di bawah Bab VIA, dan disisipkan antara Bab VII dan Bab VIII.

Namun, dalam naskah 1.187 halaman, Bab VIA berubah menjadi Ban VIIA yang disisipkan diantara Bab VII dan Bab VIII.