Bagikan:

JAKARTA - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menganggap, Undang-undang yang sudah disahkan tidak boleh tak boleh ada penambahan atau pengurangan naskah perundangan yang sudah disahkan. 

Proses pengetikannya perlu menyesuaikan standar format baku yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 dan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

"Apapun itu menurut undang-undang tidak boleh terjadi pengurangan atau penambahan pasal dalam tahapan pengesahan kecuali clearical error alias typo. Tapi bagaimana mungkin typo menambah jumlah halaman," kata Feri saat berbincang dengan VOI.

Karenanya, alasan perubahan halaman pada naskah Undang-Undang Cipta Kerja tidak bisa diterima dengan akal sehat. Karena, ini menandakan UU Cipta Kerja tersebut bermasalah dan dibuat secara asal-asalan. 

Selain itu, dia sulit mempercayai pernyataan pemerintah soal tak adanya substansi yang berubah dalam perundangan itu meski ada penambahan halaman naskah. Apalagi, publik tak dapat memastikan kebenaran pernyataan itu karena semua draf naskah yang beredar dianggap bukan berasal dari sumber yang resmi.

"Mustahil jika tidak ada yang dikurangi dan ditambah lalu terjadi pembengkakan halaman sedemikian banyak," ujarnya.

Feri menduga, undang-undang ini bukan hanya bermasalah karena berisi upaya sentralisasi hingga mengabaikan lingkungan hidup, tapi karena banyak masalah lain di dalamnya.

"Jadi, ini formilnya atau tata cara pembentukannya bermasalah dan materilnya atau materi muatan UU-nya juga bermasalah," ungkapnya.

 

Diketahui, naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja ini beberapa kali mengalami perubahan. Pada awal pembahasan, naskah ini berjumlah 1.208 halaman. Selanjutnya, ketika disahkan pada Senin, 5 Oktober, naskahnya berkurang menjadi 905 halaman. Kemudian setelah disahkan, terjadi lagi perubahan. Ada dua naskah dengan jumlah halaman yang berbeda yaitu 1.052 halaman dan 1.035 halaman.

Selanjutnya, ketika diantar dari DPR ke Presiden Jokowi, naskah berubah lagi jadi 812 halaman. Namun ini bukan perubahan terakhir, ketika diserahkan kepada PP Muhamaddiyah, naskah UU Cipta mengalami penambahan sebanyak 375 halaman sehingga totalnya menjadi 1.187 halaman.

Pada naskah terbaru ini, bukan hanya adanya penambahan halaman yang menjadi sorotan. Hilangnya satu pasal dalam perundangan tersebut, yaitu Pasal 46 tentang Badan Pengaturan Pendistribusian Minyak dan Gas Bumi sempat menjadi sorotan meski diklaim pihak DPR maupun istana tak akan membuat substansi perundangan ini berubah. 

Sebab, Pasal 46 ini dihapuskan karena Panitia Kerja (Panja) DPR RI sebenarnya tidak menerima usulan tersebut dan memilih untuk menghapusnya. Hanya saja, alih-alih menghapus, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tetap menuliskan pasal itu dalam naskah yang diserahkan pada Presiden Jokowi.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta masyarakat tidak terus membahas masalah perubahan jumlah halaman pada naskah UU Cipta Kerja yang saat ini menunggu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, penambahan atau pengurangan halaman yang selama ini terjadi diklaim karena adanya perbedaan format penulisan, besaran huruf yang digunakan, dan ukuran kertas.

"Kita tidak perlu terpaku dengan jumlah halaman. Karena halaman itu tergantung pada jenis kertas misalnya A4, F4. Jenis font romawi, non romawi, plus ada font 14, font 12," kata Airlangga dalam acara bertajuk 4 Menko dalam Satu Panggung: Dialog Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf yang ditayangkan di TVRI, Minggu malam, 25 Oktober.