JAKARTA - Polisi di negara bagian Nagaland di India timur laut mengatakan 30 tentara didakwa membunuh enam pekerja suku yang dikira gerilyawan selama operasi anti pemberontakan tahun lalu.
"Penyelidikan mengungkapkan bahwa tim operasi tidak mengikuti prosedur standar operasi dan aturan bertempur," kata kepala polisi Nagaland T.J. Longkumer dilansir dari Reuters via Antara, Minggu, 12 Juli.
Dia menambahkan, personel militer telah melakukan "penembakan yang tidak proporsional." Penyelidikan polisi itu dilakukan setelah 13 anggota suku Konyak yang merupakan mayoritas penduduk wilayah itu dan satu polisi tewas pada Desember tahun lalu.
Mereka tewas setelah pasukan pertahanan yang ditempatkan di negara perbatasan itu mengira kelompok buruh itu sebagai gerilyawan yang masuk dari Myanmar dan pasukan itu melepaskan tembakan.
Enam penambang batu bara tewas saat pulang kerja di Oting di distrik Mon Nagaland. Tujuh orang lainnya ditembak mati ketika penduduk desa, yang marah setelah menemukan jasad para pekerja yang penuh peluru di truk militer, bentrok dengan para tentara itu. Seorang personel keamanan juga tewas dalam bentrokan tersebut.
"Sanksi untuk penuntutan masih diproses," kata Longkumer, seraya menambahkan bahwa dakwaan telah diajukan untuk menuntut 30 personel militer yang dituduh.
Seorang juru bicara tentara India tidak segera dapat dihubungi untuk dimintai komentar. Seorang pejabat kementerian pertahanan di New Delhi mengatakan kasus itu telah diajukan ke pengadilan India untuk keputusan akhir.
Ribuan personel militer ditempatkan di timur laut negara itu, yang dihuni kelompok-kelompok suku dalam jaringan yang kompleks. Banyak di antara mereka telah melancarkan pemberontakan dan kegiatan separatis yang menuduh New Delhi menjarah sumber daya dan sedikit meningkatkan kehidupan mereka.
Segera setelah pembunuhan itu, protes meningkat atas Undang-Undang Kekuatan Angkatan Bersenjata (AFSPA) yang memberi angkatan bersenjata kekuatan besar untuk mencari dan menangkap, dan melepaskan tembakan di "kawasan bermasalah" jika dianggap perlu. Undang-undang ini masih berlaku di Mon.
BACA JUGA:
Pemberitahuan "kawasan bermasalah" berdasarkan AFSPA telah berlaku di beberapa bagian dari tujuh negara bagian timur laut.
Mulai 2015, pemerintah federal menghapus AFSPA seluruhnya dari negara bagian Tripura dan Meghalaya, dan sebagian dari Arunachal Pradesh, Assam, Nagaland, dan Manipur.