Inggris Sebut Pengadilan yang Hukum Mati Dua Warganya Tak Berdasar dan Ilegal, Menlu Rusia: Mereka Melakukan Kejahatan
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. (Wikimedia Commons/Администрация Президента России)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Rusia menegaskan, dua warga Inggris dan seorang warga Maroko dijatuhi hukuman mati karena melakukan kejahatan di Donetsk, saat Inggris mengkritik vonis dan berjanji melakukan berbagai upaya untuk membebaskan warganya.

Menlu Rusia Sergei Lavrov mengatakan, kedua warga Inggris dan satu warga Maroko yang dijatuhi hukuman mati pada Hari Kamis di Republik Rakyat Donetsk (DPR), telah melakukan kejahatan di wilayah negara yang memproklamirkan diri.

"Saat ini, persidangan yang Anda sebutkan diadakan berdasarkan undang-undang Republik Rakyat Donetsk, karena kejahatan yang dimaksud dilakukan di wilayah DPR," ujar Menlu Lavrov melansir Reuters 10 Juni.

Terpisah, Pemerintah Inggris akan menggunakan semua saluran diplomatik untuk membebaskan dua tentara bayaran Inggris yang menghadapi hukuman mati.

"Seperti yang telah dijelaskan oleh Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss, kami akan menawarkan semua dukungan yang kami bisa untuk mereka dan keluarga mereka," kata Robin Walker, menteri negara bagian Inggris untuk standar sekolah, merujuk pada Aide Aslin dan Shaun Pinner, mengutip TASS.

"Kami telah sangat jelas selama ini bahwa orang-orang ini harus diperlakukan sebagai tawanan perang di bawah konvensi Jenewa," desak Walker.

"Tidak ada dasar di mana mereka bisa diadili. Ini adalah pengadilan ilegal dalam pemerintahan palsu," kritik Walker.

"Kami tidak mengakui bahwa itu memiliki otoritas. Kami akan terus menggunakan semua saluran diplomatik untuk membuat kasus bagi para tawanan perang ini yang harus diperlakukan dengan semestinya," tegasnya.

Walker mengatakan tidak memiliki detail tentang apakah Truss atau wakilnya telah berbicara dengan Duta Besar Rusia untuk London Andrey Kevin.

"Menteri Luar Negeri sangat mengutuk pendekatan yang dilakukan di sini (di DPR) kepada mereka (Pinner dan Aslin,TASS), dan kami akan menggunakan setiap metode yang kami miliki untuk mengangkat masalah ini," tutup Walker.

Diketahui, pengadilan DPR menjatuhkan hukuman mati bagi Pinner dan Aslin dari Inggris, bersama dengan seorang Maroko, Brahim Saadoun, karena berperang di pihak rezim Kyiv sebagai tentara bayaran Kamis kemarin.

Kejaksaan Agung DPR mengatakan kesaksian yang diperoleh dari Pinner, Alin dan Brahim menegaskan peran mereka dalam kejahatan, seperti perampasan kekuasaan secara paksa dan kegiatan tentara bayaran.

Setelah putusan dibacakan, hakim ketua mengatakan para terpidana berhak mengajukan banding untuk meminta grasi. Terpidana asing juga memiliki waktu satu bulan untuk menantang putusan tersebut.