Warga Inggris yang Tertangkap dalam Perang Rusia-Ukraina Dijatuhi Hukuman Mati, Pemimpin DPR: Tidak Ada Alasan Pengampunan
Pemimpin DPR Denis Pushilin. (Wikimedia Commons/Администрация Президента России)

Bagikan:

JAKARTA - Tidak ada alasan untuk mengampuni dua warga negara Inggris yang dijatuhi hukuman mati pekan lalu, setelah tertangkap saat berperang untuk Ukraina, kata Pemimpin Wilayah Donetsk yang didukung Rusia, Minggu.

Pengadilan di Republik Rakyat Donetsk yang memproklamirkan diri memvonis dua warga Inggris, Aiden Aslin dan Shaun Pinner, serta seorang warga Maroko Brahim Saadoun, bersalah dalam kegiatan tentara bayaran yang berusaha untuk menggulingkan republik.

Inggris mengatakan Aslin dan Pinner adalah tentara reguler, sehingga harus dibebaskan dari penuntutan karena berpartisipasi dalam perang, menurut Konvensi Jenewa.

Sementara, separatis pro-Rusia yang menguasai Donetsk mengatakan mereka melakukan kejahatan berat dan memiliki waktu satu bulan untuk mengajukan banding.

"Saya tidak melihat alasan, prasyarat, bagi saya untuk mengeluarkan keputusan pengampunan," ujar pemimpin Republik Rakyat Donetsk (DPR) Denis Pushilin, seperti mengutip Reuters dari kantor berita Rusia 13 Juni.

Donetsk dan Lugansk adalah dua entitas memisahkan diri yang didukung Rusia di wilayah Donbas, Ukraina timur, di mana Rusia menyebut tengah berjuang untuk membebaskan sepenuhnya kedua wilayah tersebut dari Kyiv.

Tiga hari sebelum meluncurkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari, Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui kedua wilayah tersebut sebagai negara merdeka, sebuah langkah yang dikutuk oleh Ukraina dan negara Barat sebagai tindakan ilegal.

Terpisah,keluarga Aslin mengatakan dia dan Pinner "bukan, dan tidak pernah, menjadi tentara bayaran".

Mereka tinggal di Ukraina ketika perang pecah dan "sebagai anggota angkatan bersenjata Ukraina, harus diperlakukan dengan hormat sama seperti tawanan perang lainnya," harap keluarga itu dalam sebuah pernyataan.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Luar Negeri Rusia menegaskan, dua warga Inggris dan seorang warga Maroko dijatuhi hukuman mati karena melakukan kejahatan di Donetsk, saat Inggris mengkritik vonis dan berjanji melakukan berbagai upaya untuk membebaskan warganya.

Menlu Rusia Sergei Lavrov mengatakan, kedua warga Inggris dan satu warga Maroko yang dijatuhi hukuman mati pada Hari Kamis di Republik Rakyat Donetsk (DPR), telah melakukan kejahatan di wilayah negara yang memproklamirkan diri.

"Saat ini, persidangan yang Anda sebutkan diadakan berdasarkan undang-undang Republik Rakyat Donetsk, karena kejahatan yang dimaksud dilakukan di wilayah DPR," ujar Menlu Lavrov.

Terpisah, Pemerintah Inggris akan menggunakan semua saluran diplomatik untuk membebaskan dua tentara bayaran Inggris yang menghadapi hukuman mati.

"Seperti yang telah dijelaskan oleh Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss, kami akan menawarkan semua dukungan yang kami bisa untuk mereka dan keluarga mereka," kata Robin Walker, menteri negara bagian Inggris untuk standar sekolah, merujuk pada Aide Aslin dan Shaun Pinner, mengutip TASS.

"Kami telah sangat jelas selama ini bahwa orang-orang ini harus diperlakukan sebagai tawanan perang di bawah konvensi Jenewa," desak Walker.

"Tidak ada dasar di mana mereka bisa diadili. Ini adalah pengadilan ilegal dalam pemerintahan palsu," kritik Walker.

"Kami tidak mengakui bahwa itu memiliki otoritas. Kami akan terus menggunakan semua saluran diplomatik untuk membuat kasus bagi para tawanan perang ini yang harus diperlakukan dengan semestinya," tegasnya.