Dua WN China Masuk Daftar Hitam AS Karena Bekerja Sama dengan Perusahaan Iran
Ilustrasi (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Amerika Serikat (AS) memasukkan dua warga negara dan enam perusahaan China ke dalam daftar hitam. Alasannya, mereka telah berurusan dengan perusahaan pelayaran Iran, Islamic Republic of Iran Shipping Lines (IRISL). 

Sebelumnya, AS memang mengancam akan memberikan sanksi kepada perusahaan yang beroperasi di AS apabila berurusan dengan Iran. Ancaman itu keluar setelah embargo pembatasan senjata Iran dicabut oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

Mengutip Reuters, Selasa 20 Oktober, Departemen Luar Negeri AS menyebut enam perusahaan yang masuk daftar hitam itu yakni Reach Holding Group (Shanghai) Company, Reach Shipping Lines, Delight Shipping Co, Gracious Shipping Co, Noble Shipping Co, dan Supreme Shipping Co. 

Sementara itu dua orang yang ditetapkan AS sebagai daftar hitam adalah Eric Chen alias Chen Guoping, kepala eksekutif Reach Holding Group (Shanghai) Company, dan Daniel Y. He alias He Yi, presiden perusahaan tersebut. Dalam beberapa kasus, kabarnya mereka membantu perusahaan Iran menghindari sanksi AS.

Sanksi mereka yang masuk daftar hitam tersebut yakni seluruh aset baik milik perusahaan maupun individu yang berada di bawah yurisdiksi AS dibekukan. Orang AS juga umumnya dilarang berurusan dengan mereka.

"Hari ini, kami mengulangi peringatan kepada pemangku kepentingan di seluruh dunia: Jika Anda berbisnis dengan IRISL, Anda berisiko terkena sanksi AS," kata Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dalam pernyataannya.

Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS juga menuduh enam perusahaan tersebut menyediakan "barang atau jasa penting" yang digunakan sehubungan dengan sektor perkapalan Iran. Ia juga menuduh Reach Holding Group dan unit Reach Shipping Lines membantu IRISL dan anak perusahaannya menghindari sanksi AS.

Sanksi baru

Sanksi tersebut adalah hal yang baru diberlakukan AS. Peraturan tersebut digencarkan pasca keputusan Presiden Trump pada 2018 yang meninggalkan kesepakatan nuklir Iran 2015 yang dibuat Iran dengan enam negara besar.

Perjanjian tersebut mencegah Iran untuk membatasi perolehan senjata nuklir. Sebagai gantinya sanksi ekonomi Iran akan dilonggarkan. 

Namun Trump berpendapat kesepakatan 2015 itu malah tak membatasi aktivitas rudal balistik Iran. AS merasa bahwa tekanan ekonomi malah akan memaksa Iran membuat kesepakatan yang lebih luas. 

Jengahnya AS terhadap Iran semakin memuncak ketika PBB mencabut embargo yang membatasi pembelian senjata oleh Iran. Embargo tersebut diberlakukan selama 13 tahun dan kini Iran dapat menjual serta membeli senjata konvensional termasuk rudal, helikopter, dan tank.

 

Departemen Luar Negeri AS mengancam semua negara dan perusahaan untuk tidak berdagang senjata dengan Iran. Apabila tetap dilakukan maka mereka bakal menanggung risiko sanksi dari Departemen Keuangan AS.

Secara teori, Iran kini bebas membeli tank, kendaraan tempur lapis baja dan sistem artileri kaliber tinggi, pesawat tempur dan kapal angkatan laut tanpa perlu persetujuan PBB. Pengeluaran pertahanan Iran tahun lalu adalah sekitar 18,4 miliar dolar AS atau sekitar 3,5 persen dari PDB negara itu, meskipun nilai tepatnya masih diperdebatkan. Namun, ekonomi Iran baru-baru ini memburuk akibat COVID-19.