Kasus Jiwasraya, IAPI Minta Pemerintah dan DPR Buat UU Laporan Keuangan
Konferensi pers IAPI terkait Jiwasraya. (Didi Kurniawan/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menanggapi kasus Jiwasraya, Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) meminta agar pemerintah dan DPR membuat Undang-undang terkait sistem dan tata kelola laporan keuangan. Menurut Ketua Umum IAPI, Tarkosunaryo, aturan ini diharapkan mampu mencegah praktik rekayasa akuntansi yang dapat merugikan pengguna laporan keuangan.

Dia mengatakan, IAPI mendukung pengungkapan dan pemeriksaan kasus Jiwasraya yang sedang berproses di Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Kami mendorong pemerintah agar menyusun undang-undang yang mengatur sistem dan tata kelola laporan keuangan untuk melengkapi UU Akuntan Publik yang mengatur auditor atas laporan keuangan," kata Tarko dalam diskusi “Seputar Asuransi Jiwasraya dari Perspektif Organisasi Profesi Akuntan Publik” di Jakarta, Senin 13 Januari.

Pada dasarnya, jelas Tarko, masalah utama yang dihadapi Jiwasraya ada pada upaya menyediakan dana untuk membayar kewajiban-kewajiban jatuh tempo, sehingga berujung pada upaya merekayasa laporan keuangan.

"Rekayasa laporan keuangan tidak diperbolehkan untuk memperbaiki kinerja keuangan dan untuk mencapai target. Ini merupakan kecurangan," tegasnya.

Dia mengatakan, laporan keuangan Jiwasraya Tahun Buku 2017 sudah diaudit oleh akuntan publik yang menyajikan laba Sebesar Rp360 miliar dengan menyematkan 'opini dengan modifikasian', tanpa penjelasan jenis dan penyebab perolehan opini tersebut.

"Kami menyayangkan laporan keuangan lengkap Jiwasraya untuk Tahun Buku 2017 tidak dipublikasikan. Kalau laporan keuangan tahun 2018 dan 2019 memang belum diaudit. Laporan keuangan Jiwasraya 2016 sudah dipublikasikan dengan jumlah sekitar 500 halaman," tuturnya.

Tarko menjelaskan, 'opini dengan modifikasian' merupakan opini dari auditor selain 'wajar tanpa pengecualian' (WTP), yang disebabkan oleh ketidaksesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi.

"Atau, karena auditor kekurangan memperoleh bukti, sehingga tidak cukup untuk memberikan opini WTP," ucap Tarko.

Laporan BPK menyatakan bahwa laporan keuangan Asuransi Jiwasraya pada 2017 mendapatkan opini tidak wajar (adverse opinion), karena kekurangan cadangan teknis sebesar Rp7 triliun. Laporan direksi Jiwasraya menyampaikan bahwa perusahaan BUMN ini mencatatkan laba Rp360 miliar.

"Padahal, seharusnya tercatat mengalami kerugian Rp7 triliun," tegasnya.