Bagikan:

JAKARTA - PT Asuransi Jiwasraya (Persero) belum lama ini tersandung kasus gagal bayar hingga menyebabkan kerugian negara yang cukup besar. Untuk penyelamatan polis nasabah Jiwasraya menggunakan skema restrukturisasi, hal ini diputuskan oleh DPR.

Kasus Jiwasraya merupakan puncak gunung es yang baru mencuat. Jika dirunut, permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak tahun 2018. Awalnya, kasus ini bermula dari dicopotnya Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim dan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dari jabatannya.

Lalu pada Mei 2018, pemegang saham menunjuk Asmawi Syam sebagai direktur utama Jiwasraya. Di bawah kepemimpinannya, direksi baru melaporkan terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN.

Indikasi kejanggalan itu betul, karena hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan keuangan 2017 mengoreksi laporan keuangan interim dari laba sebesar Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428 miliar.

Menteri BUMN Rini Soemarno mengumpulkan direksi untuk mendalami potensi gagal bayar perseroan. Ia juga meminta BPK dan BPKP untuk melakukan audit investigasi terhadap Jiwasraya.

Masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik pada Oktober hingga November 2018. Perseroan mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar.

Pada November, pemegang saham menunjuk Hexana Tri Sasongko sebagai Direktur Utama menggantikan Asmawi Syam. Hexana mengungkap Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas (RBC) 120 persen.

Tak hanya itu, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun. Akibatnya, ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp27,24 triliun. Sementara itu, liabilitas dari produk JS Saving Plan yang bermasalah tercatat sebesar Rp15,75 triliun.

November 2019, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir mengaku melaporkan indikasi kecurangan di Jiwasraya ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Hal itu dilakukan setelah pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak transparan.

Januari 2020, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumumkan pernyataan resmi terkait skandal Jiwasraya. Salah satunya, laba perseroan sejak 2006 disebut semu karena melakukan rekayasa akuntansi (window dressing).

Hasil pemeriksaan BPK akan menjadi dasar bagi Kejagung mengambil putusan terhadap orang-orang yang bertanggung jawab atas kondisi Jiwasraya.

Oktober 2020, Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Hexana Tri Sasongko menaksir kerugian yang dialami perusahaan mencapai Rp37,4 triliun. Nilai tersebut sudah mencakup total kerugian perusahaan.

Nilai kerugian yang disebut Hexana dua kali lebih besar dari total kerugian yang dilaporkan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK dalam audit investigasi. Beberapa waktu lalu, BPK mencatat kerugian yang dialami Jiwasraya sebesar Rp16,8 triliun.

Pada 31 oktober nilai liabilitas Jiwasraya Rp53,9 triliun sedangkan nilai aset cenderung terus turun di angka Rp15,4 triliun, sehingga negatif ekuitas Jiwasraya Rp38,5 triliun.

Opsi Penyelamatan Jiwasraya Melalui Restrukturisasi

Untuk penyelamatan polis nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero), DPR RI telah memutuskan menggunakan skema restrukturisasi. Keputusan tersebut berangkat dari hasil Panitia Kerja (Panja) Jiwasraya yang telah mendalami persoalan yang membelit perusahaan plat merah tersebut.

Ketua Panja Jiwasraya Komisi VI DPR RI, Aria Bima menjelaskan, opsi restrukturisasi ini, merupakan opsi terbaik di antara opsi yang ada untuk menyelamatkan polis nasabah PT  Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Restrukturisasi dengan Bail In ini kita pilih dan kita sepakati karena ini merupakan skema terbaik dari beberapa opsi yang ada," katanya, saat melaporkan hasil Panja Jiwasraya pada rapat Komisi VI DPR di Jakarta, Senin malam, 30 November.

Foto: Dok. Kementerian BUMN

Aria tak menampik bahwa ada opsi lain yang tersedia untuk penyelamatan polis nasabah. Di antaranya opsi Bail Out dan Likuidasi. Namun kedua opsi itu bukan pilihan yang tepat dan akan berimbas kerugian besar terutama bagi para nasabah Jiwasraya.

Menurut Aria, opsi Bail Out tidak dapat diterapkan lantaran tidak memiliki dasar hukum. Sedangkan opsi likuidasi, diperkirakan akan menciptakan ketidakpastian untuk pengembalian dana nasabah, bahkan imbas buruknya, opsi likuidasi akan memberi dampak buruk pada aspek sosial, politik dan ekonomi nasional.

Dengan adanya hasil persetujuan Komisi VI DPR ini, Aria Bima mendesak pemerintah segera mempercepat penyelamatan polis nasabah PT Asuransi Jiwasraya  (Persero) dengan menggunakan skema yang telah disepakati. Percepatan itu juga untuk mencegah laju defisit ekuitas Jiwasraya.

Aria Bima menjelaskan diperlukan dana segar untuk melakukan restrukturisasi polis nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Menurut wakil ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu, pilihan tersebut merupakan yang terbaik dibandingkan dengan membiarkan perusahaan menjadi pailit.

Adapun, pemerintah mengalokasikan PMN Rp20 triliun untuk PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI pada 2021. Kendati demikian, dana tersebut ternyata dianggap tak cukup untuk mendukung IFG Life.

"Sehingga, BPUI akan melakukan setoran ke IFG Life sebesar Rp26,7 triliun," katanya.

Menurut dia, pundi-pundi lain diperlukan untuk mendukung pendanaan IFG Life. Mencermati perkembangan ketersediaan anggaran dan hasil Rakortas Pendanaan 2021, akan ditempuh melalui PMN sekurang-kurangnya Rp12 triliun.

Aria berujar surat utang dengan nilai emisi hingga Rp10 triliun bisa ditawarkan. Lebih lanjut, PT Taspen (Persero) disebut menjadi pembeli obligasi wajib konversi atau mandatory convertible bond.

Penerbitan surat utang itu ditargetkan akan dilakukan pada Maret hingga Juli 2021. Pelunasan surat utang tersebut akan masuk ke dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2022 beserta alokasi penanaman modal negara (PMN) Rp10 triliun untuk BPUI.

Terkait dengan proses sosialisasi restrukturisasi polis, sejak Agustus 2020 nasabah korporasi elah dilibatkan, terutama perusahaan-perusahaan pelat merah. Hingga November 2020, nilai tunai restrukturisasi telah mencapai Rp1,03 triliun yang terdiri dari 282 nasabah korporasi.

Lebih lanjut, sosialisasi kepada seluruh nasabah akan dilakukan pada Desember 2020. Aria pun menegaskan bahwa jika restrukturisasi itu telah berjalan, Jiwasraya akan tetap beroperasi.

Sementara itu, Staf Khusus Wakil Presiden bidang Infrastruktur dan Investasi Sukriansyah S. Latief mengatakan rencana restrukturisasi polis Jiwasraya ke IFG Life telah dikantongi. Transfer portofolio dan penyesuaian nilai pelunasan polis itu ditargetkan dapat rampung dalam enam bulan ke depan.

"Diharapkan proses restrukturisasi ini dapat diselesaikan pada Mei 2021," katanya dalam keterangan resmi.

Sukriansyah pun menyampaikan agar Jiwasraya dapat mengelola ekspektasi nasabah-nasabah dengan baik dengan menyiapkan berbagai langkah mitigasi. Perseroan harus meminimalisir potensi-potensi ketidakpuasan nasabah yang dapat berujung gugatan hukum.

Jiwasraya Pastikan Ganti 100 Persen Duit Nasabah

Jiwasraya memastikan akan membayar seluruh utang klaim nasabah, baik polis tradisional maupun saving plan. Namun, terdapat sejumlah ketentuan dan penawaran yang diberikan perseroan kepada para pemegang polis.

Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan DPR telah sepakat untuk menawarkan empat skema pembayaran klaim kepada pemegang polis. Skema utama yang ditawarkan yakni pembayaran penuh melalui restrukturisasi polis ke IFG Life.

Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko. (Mery Handayani/VOI)

"Intinya kami membayar 100 persen tetapi dicicil jangka waktunya, yang indikasinya 15 tahun. Atau apabila ingin menghendaki lebih cepat maka harus ada penyesuaian nilai tunai terlebih dahulu," katanya.

Skema Pengembalian Dana Nasabah

Jiwasraya menawarkan skema pertama, yakni membayar seluruh klaim dengan nilai tunai yang tercatat sampai 31 Desember 2020. Angka yang ditetapkan itu akan dicicil dalam jangka panjang, dengan indikasi 15 tahun tanpa bunga karena bunga sebelumnya telah diperhitungkan dalam nilai tunai.

Skema kedua yakni nasabah dapat mengajukan pembayaran lebih cepat, tetapi terdapat penyesuaian nilai tunai atau hair cut karena keterbatasan dana IFG Life. Setelah penyesuaian nilai itu, menurut Hexana, pembayaran akan dicicil selama lima tahun.

Lalu, skema ketiga yakni jika terdapat permintaan pembayaran tunai dari nasabah. Menurut Hexana, pihaknya akan melakukan kalkulasi dengan persentase tertentu sehingga diperoleh nilai yang dapat dibayarkan di depan, lalu terdapat hair cut dan pembayarannya dicicil selama lima tahun.

Adapun, skema keempat yakni jika nasabah menolak restrukturisasi polis ke IFG Life. Jiwasraya akan mengelola polis tersebut dan membayarnya dengan kapasitas aset yang ada.

"Hanya dengan cara seperti itulah dana dari pemerintah cukup untuk menyelesaikan persoalan, tapi sekaligus membangun IFG Life yang sehat, yang hidup. Jadi, dua tujuan itu harus tercapai," kata Hexana.