JAKARTA - Ekonom Aviliani mengatakan, pengembalian dana nasabah Jiwasraya pada kuartal I, harus memprioritaskan nasabah tradisonal atau kecil, di luar JS Saving Plan. Hal itu mengingat jumlah nasabah tradisional Jiwasraya mencapai 4,7 juta orang, dibanding nasabah JS Saving Plan yang hanya berjumlah 17 ribu orang.
"Nasabah kecil-kecil dulu. Karena mereka kan yang lebih membutuhkan. Mungkin yang besar-besar bisa dibayar bunganya saja, dibuat restrukturisasi lah. Kapan mereka akan bayar. Karena menurut saya ini merupakan satu contoh jangan sampai dia gagal bayar akan kena kemana-mana," ucapnya kepada VOI, Rabu 26 Februari.
Selain nasabah kecil, kata Aviliani, yang harus masuk dalam daftar prioritas pengembalian dana adalah nasabah yang berasal dari luar negeri. Sebab, hal ini berkaitan dengan reputasi negara Indonesia.
"Kedua, nasabah mancanegara. Terutama dari Korea ya. Karena kan ini akan berpengaruh dengan reputasi negara kita," tuturnya.
Sementara Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membuka kemungkinan menyelesaikan masalah gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan memberikan suntikan penyertaan modal negara (PMN).
Namun, kata dia, rencana penggunaan uang negara untuk Jiwasraya masih menunggu hasil final alternatif penyelesaian oleh Kementerian BUMN. Sri Mulyani menjelaskan, secara corporate governance, Kementerian BUMN adalah penanggung jawab Jiwasraya. Sementara Kementerian Keuangan, kata dia, merupakan ultimate shareholder dalam menyelesaikan kasus gagal bayar perusahaan pelat merah tersebut.
"Kami nanti melihat proposal yang sifatnya lebih final, termasuk berbagai kemungkinan. Kalau sampai akan ada intervensi dari ultimate shareholder yakni Kemenkeu dalam bentuk apapun, maka itu masuk ke UU APBN," saat ditemui di Ritz-Carlton, SCBD, Jakarta.
BACA JUGA:
Namun, Sri Mulyani belum dapat memastikan pengunaan uang negara karena UU APBN 2020 tidak menyertakan suntikan modal untuk kasus yang dialami oleh Jiwasraya. Jika ada anggaran yang harus dialokasikan, maka pemerintah baru bisa menyediakannya dalam UU APBN tahun depan.
Terkait dengan APBN 2021, Kementerian Keuangan akan menyampaikan dan membahas terlebih dahulu bersama dengan Panja gabungan Jiwasraya. Seperti diketahui, saat ini ada tiga panja yang menangani kasus Jiwasraya yakni Komisi XI, Komisi VI dan Komisi III DPR.
"Kami akan lihat di UU APBN 2020 kan kami tidak ada masuk pos saat ini, dan kalau masuk ke (APBN) 2021 maka akan kami sampaikan dan akan dibahas dengan dewan sehingga nanti kami dapatkan gambaran yang komplet mengenai what, went, wrong," tuturnya.
Sebagai ultimate share atau pemegang saham terakhir, Kementerian Keuangan sedang melakukan stock taking atau menghitung nilai kewajiban yang dihadapi serta menghitung berapa nilai aset dan ekuitas Jiwasraya untuk melunasi kewajiban kepada nasabah.
"Karena ada gap, maka Kementerian BUMN melakukan restrukturisasi terhadap korporasi tersebut (Jiwasraya). Berbagai opsi harus dilakukan karena skema dari kewajibannya berbeda-beda. Ada yang asuransi biasa, (program) pensiun biasa, ada yang unit link yang memberikan return besar," tuturnya.
Sri Mulyani tidak menampik ada perlakuan yang berbeda oleh Kementerian BUMN untuk memberikan rasa keadilan. Namun, juga untuk harus diperhatikan rasa keadilan untuk keuangan negara.