WHO Sebut Belum Ada Bukti Virus Cacar Monyet Telah Bermutasi
Ilustrasi WHO. (Wikimedia Commons/United States Mission Geneva)

Bagikan:

JAKARTA - Petinggi badan kesehatan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebut belum ada bukti virus cacar monyet telah bermutasi, mencatat penyakit menular yang telah mewabah di Afrika barat dan tengah cenderung tidak berubah.

Rosamund Lewis, kepala sekretariat cacar yang merupakan bagian dari Program Darurat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan pada pengarahan, mutasi cenderung lebih rendah dengan virus ini, meskipun urutan genom kasus akan membantu menginformasikan pemahaman tentang wabah saat ini.

Pakar kesehatan memperhatikan mutasi yang bisa membuat virus lebih mudah menular atau parah.

Lebih dari 100 kasus yang diduga dan dikonfirmasi dalam wabah baru-baru ini di Eropa dan Amerika Utara belum parah, kata Maria van Kerkhove, pemimpin penyakit dan zoonosis WHO dan pemimpin teknis COVID-19.

"Ini adalah situasi yang dapat dikendalikan," khususnya di Eropa, katanya, melansir Reuters 24 Mei.

"Tapi kita tidak bisa mengabaikan apa yang terjadi di Afrika, di negara-negara endemik," sambungnya.

Wabah itu tidak biasa, menurut WHO, terjadi di negara-negara di mana virus tidak bersirkulasi secara teratur. Para ilmuwan berusaha memahami asal-usul kasus dan apakah ada perubahan tentang virus tersebut.

WHO meminta klinik dermatologi dan perawatan kesehatan primer, serta klinik kesehatan seksual, untuk waspada terhadap kasus-kasus potensial.

Banyak, tetapi tidak semua, orang yang telah didiagnosis dalam wabah cacar monyet saat ini adalah pria yang berhubungan seks dengan pria (LSL).

Para pejabat mengatakan masih terlalu dini untuk mengatakan alasannya, tetapi demografi ini mungkin mencari nasihat medis atau memiliki akses ke pemeriksaan kesehatan seksual.

Cacar monyet biasanya tidak menyebar dengan mudah di antara orang-orang, tetapi dapat ditularkan melalui kontak orang-ke-orang yang dekat atau kontak dengan barang-barang yang digunakan oleh orang yang menderita cacar monyet, seperti pakaian, tempat tidur, atau peralatan makan.

"Kami tahu bahwa LSL jika mereka menemukan ruam yang tidak biasa, mereka cenderung ingin menyelesaikannya dengan cukup cepat," terang Andy Seale, penasihat strategi di Departemen Program HIV, Hepatitis dan IMS Global di WHO.

"Fakta bahwa mereka proaktif dalam menanggapi gejala yang tidak biasa mungkin menjadi bagian dari cerita. Ini akan menjadi lebih jelas dalam beberapa minggu dan hari mendatang," sambung Seale.

Ditanya apakah temuan awal dapat memicu diskriminasi, Seale mengatakan: "Ada cara kami dapat bekerja dengan masyarakat untuk belajar dari pengalaman puluhan tahun dalam menangani stigma dan diskriminasi dengan HIV. Kami ingin menerapkan pelajaran yang didapat dari pengalaman ini."