KPK Temukan Catatan Dugaan Penentuan Fee Proyek Saat Geledah 2 Kantor SKPD Pemkot Ambon
Wali Kota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy./DOK VOI-Wardhany Tsa Tsia

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan catatan yang diduga terkait dengan penentuan nilai fee proyek saat menggeledah dua kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota Ambon pada Rabu, 18 Mei kemarin.

Penggeledahan ini dilakukan berkaitan dengan dugaan penerimaan suap yang menjerat Wali Kota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy. Pemberian dilakukan diduga berkaitan dengan perizinan prinsip pembangunan cabang Alfimidi di Kota Ambon.

"Tim penyidik KPK telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan di dua SKPD Pemkot Ambon yaitu Kantor Dinas PU dan Kantor Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 19 Mei.

Ali mengatakan, selain menerima catatan dugaan penentuan fee proyek, penyidik juga menemukan berbagai dokumen terkait pengusulan dan persetujuan izin proyek di dua lokasi tersebut.

"Di dua lokasi ini ditemukan dan diamankan berbagai dokumen antara terkait berbagai usulan dan persetujuan izin proyek disertai catatan dugaan penentuan nilai fee proyek," ungkapnya.

Namun, Ali tak memerinci lebih lanjut perihal pembagian fee yang diatur dalam catatan itu. Dia mengatakan, bukti tersebut akan lebih dulu dianalisa dan disita sebelum dikonfirmasi kepada Richard dan para tersangka lain.

"Bukti-bukti dimaksud segera akan dianalisa dan disita yang selanjutnya akan dikonfirmasi pada saksi-saksi terkait untuk melengkapi berkas perkara tersangka RL dkk," ujar Ali.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Wali Kota Ambon Richard Louhenpessy sebagai tersangka penerima suap bersama anak buahnya, staf tata usaha pimpinan pada Pemerintahan Kota (Pemkot) Ambon Andrew Erin Hehanusa.

Suap ini diberikan terkait persetujuan izin pembangunan cabang retail minimarket Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon. Adapun sebagai pemberi adalah karyawan Alfamidi, Amri.

Dalam kasus tersebut, komisi antirasuah menduga Richard meminta jatah uang dengan nominal Rp25 juta untuk tiap izin yang dikeluarkannya. Sementara, terkait perizinan pembangunan untuk 20 gerai usaha retail Alfamidi, Richard diduga menerima uang dari Amri sebesar Rp500 juta.

Selain itu, dia diduga menerima aliran sejumlah dana dari beberapa pihak sebagai gratifikasi. Tapi, KPK belum menyebut jumlahnya karena penyidik masih mendalami lebih lanjut.