Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti berupa dokumen dan alat elektronik dari penggeledahan yang dilakukan di kantor PT Midi Utama Indonesia (MID), Tbk. Penggeledahan ini dilakukan berkaitan dengan dugaan suap yang menjerat Wali Kota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy.

Dalam kasus ini, Richard menjadi tersangka dugaan penerimaan suap terkait perizinan prinsip pembangunan gerai Alfamidi di Kota Ambon. Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan penggeledahan dilakukan pada Jumat, 13 Mei.

"Dari lokasi ini, ditemukan dan diamankan berbagai bukti diantaranya dokumen dan juga alat eletronik," kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu, 18 Mei.

Selain itu, KPK juga menggeledah enam lokasi lain di kantor Pemkot Ambon pada Selasa, 17 Mei kemarin . Lokasi yang digeledah di antaranya, ruang kerja Richard dan ruang kerja sekretariat Wali Kota Ambon.

Berikutnya, penyidik juga menggeledah ruang kerja kepala dinas dan sekretariat kantor dinas pariwisata dan kebudayaan, ruang kerja kepala dinas dan staf kantor dinas perhubungan, ruang kerja kepala dinas dan staf kantor BPKAD, dan beberapa ruangan pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman.

Dari penggeledahan itu, Ali mengatakan, menemukan berbagai bukti diantaranya sejumlah dokumen terkait keuangan termasuk catatan aliran sejumlah uang dan bukti alat elektronik.

"Seluruh bukti- bukti hasil penggeledahan diduga kuat dapat menerangkan dan mengurai seluruh perbuatan para tersangka," tegas Ali.

"Selanjutnya berbagai bukti dimaksud akan dianalisa dan segera disita untuk melengkapi berkas perkara tersangka RL dkk," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Wali Kota Ambon Richard Louhenpessy sebagai tersangka penerima suap bersama anak buahnya, staf tata usaha pimpinan pada Pemerintahan Kota (Pemkot) Ambon Andrew Erin Hehanusa.

Suap ini diberikan terkait persetujuan izin pembangunan cabang retail minimarket Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon. Adapun sebagai pemberi adalah karyawan Alfamidi, Amri.

Dalam kasus tersebut, komisi antirasuah menduga Richard meminta jatah uang dengan nominal Rp25 juta untuk tiap izin yang dikeluarkannya. Sementara, terkait perizinan pembangunan untuk 20 gerai usaha retail Alfamidi, Richard diduga menerima uang dari Amri sebesar Rp500 juta.

Selain itu, dia diduga menerima aliran sejumlah dana dari beberapa pihak sebagai gratifikasi. Tapi, KPK belum menyebut jumlahnya karena penyidik masih mendalami lebih lanjut.