JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah dua kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTMSP) Ambon,
Dikutip dari Antara, Rabu 18 Mei, penyidik KPK tiba di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Jalan Yan Paays, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon pukul 09.00 WIT.
Sedangkan tim kedua tiba di Dinas Penanaman Modal dam Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTMSP) pukul 10.00 WIT.
Usai penggeledahan di Dinas PUPR selama 7 jam, tim penyidik membawa tiga koper yang diduga berisi dokumen penting.
Sebelumnya tim penyidik melakukan penggeledahan di sejumlah ruangan yakni ruangan Wali Kota Ambon Nonaktif Richard Louhenapessy (RL), Dinas Penanaman Modal dam Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPTMSP), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Badan Pajak dan Retribusi, Badan Keuangan dan Aset Daerah dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
Usai melakukan penggeledahan pukul 21.46 WIT, tim penyidik membawa lima koper dan satu tas berwarna cokelat yang diduga berisi dokumen penting dari sejumlah ruangan di Balai Kota Ambon dengan menggunakan delapan mobil.
BACA JUGA:
Sebelumnya KPK menahan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) setelah diumumkan sebagai tersangka dugaan suap dan penerimaan gratifikasi.
KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni staf tata usaha pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH) dan Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi (AM) Kota Ambon.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan. Salah satunya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel di Kota Ambon.
Atas perbuatannya, tersangka Amri selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan tersangka Richard dan Andrew sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.