Bagikan:

JAKARTA - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memindahkan mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa ke Rutan Klas IIA Ambon. Pemindahan dilakukan karena dia akan disidang terkait dugaan dugaan suap, gratifikasi, hingga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Kota Ambon.

"Tim jaksa telah selesai melakukan pemindahan tempat penahanan Terdakwa Tagop Sudarsono Soulisa dkk," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 8 Juni.

KPK juga turut memindahkan Johny Rynhard Kasman yang merupakan orang kepercayaan Tagop. Ali bilang, Johny akan ditahan di Rutan Polda Ambon.

"Selama proses pemindahan para Terdakwa dilaksanakan pengawalan ketat oleh Tim Pengawal Tahanan KPK dengan didampingi pengawalan anggota Kepolisian," ungkapnya.

"Pemindahan tempat penahanan tersebut dalam rangka persiapan persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Ambon," imbuh Ali.

Setelah pemindahan dilakukan, JPU KPK akan segera melakukan pelimpahan berkas dan surat dakwaan. Berikutnya, jaksa tinggal menunggu waktu persidangan.

"Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan segera akan dilakukan oleh Tim Jaksa KPK," ujarnya.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga tersangka, yaitu Tagop dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta sebagai penerima suap serta Ivana Kwelju (IK) dari pihak swasta sebagai pemberi suap.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop yang menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021 diduga memberikan perhatian lebih untuk berbagai proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Buru Selatan, bahkan sejak awal menjabat.

Perhatian lebih Tagop tersebut di antaranya ialah mengundang secara khusus kepala dinas dan kepala bidang Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.

Kemudian, Tagop merekomendasikan dan menentukan secara sepihak terkait dengan rekanan mana saja yang dapat dimenangkan untuk mengerjakan proyek, baik melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.

KPK menduga dari penentuan para rekanan itu, Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk "fee" senilai 7 hingga 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan.

Khusus untuk proyek dari dana alokasi khusus, besaran "fee" ditetapkan sekitar 7 sampai 10 persen dan ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.

Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan jalan dalam kota Namrole Tahun 2015 bernilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) bernilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) bernilai proyek Rp14,2 miliar, serta peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.

 

Atas penerimaan sejumlah "fee" tersebut, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya bernama Johny untuk menerima sejumlah uang dengan menggunakan rekening bank miliknya. Selanjutnya, uang itu ditransfer ke rekening bank milik Tagop.

KPK pun menduga sebagian dari nilai "fee" yang diterima oleh Tagop sekitar Rp10 miliar diberikan oleh Ivana karena telah dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana alokasi khusus pada tahun 2015.