Ubah Kepanjangan NKRI jadi Negara Kepolisian Republik Indonesia, Petinggi KAMI Jadi Tersangka Ujaran Kebencian
Tersangka kasus ujaran kebencian yang ditangkap Bareskrim Polri (Rizky Adytia Pramana/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Polri menetapkan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Anton Permana sebagai tersangka ujaran kebencian karena mengubah kepanjangan NKRI yang seharusnya Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Kepolisian Republik Indonesia.

"NKRI menjadi Negara Kepolisian Republik Indonesia," ucap Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono kepada wartawan, Kamis, 15 Oktober.

Selain itu, melalui akun media sosial Youtube dan Twitternya, Anton juga menulis narasi yang menyebut Polri melebih dwifungsi ABRI. Selain itu, Anton juga membuat narasi bahwa negara telah dijajah dan dikuasai asing.

"Juga ada (narasi) disahkan Undang-Undang Cipta Kerja bukti negara telah dijajah, dan juga negara tak kuasa lindungi rakyatnya, negara dikuasai cukong, VOC gaya baru," kata dia.

 

Dengan alasan itulah, Anton ditangkap dan ditetapkan tersangka. Penyidik mempersangkakannya dengan Pasal 28 ayat ( 2), joncto Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undamg ITE, Pasal 14 ayat (1) dan (2), Pasal 15 nomor 1 tahun 1946, dan Pasal 207 KUHP dengan ancaman 10 tahun.

Selain itu, Bareskrim Polri menangkap 7 orang yang beberapa di antaranya tergabung dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Mereka ditangkap di Jakarta dan Medan.

Ada empat orang yang ditangkap di Medan, yaitu Juliana, Devi, Wahyu Rasari Putri, dan Khairi Amri yang merupakan Ketua KAMI Medan.

Sedangkan yang ditangkap di Jakarta merupakan anggota Komite Eksekutif KAMI, yakni Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan mantan calon anggota legislatif PKS, Kingkin Anida.