JAKARTA - Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Ahmad Yani memaparkan sejumlah kejanggalan dalam penangkapan terhadap tiga petinggi kelompoknya. Salah satunya dugaan kesalahan prosedur penangkapan.
"Yang pertama kami melihat ada kejanggalan dalam proses yang namanya penangkapan, dalam proses ditingkatkan ke penyidikan," ujar Ahmad Yani kepada wartawan, Kamis, 15 Oktober.
Dugaan kesalahan lainnya yakni prosedur berlakunya surat perintah penyidikan (Sprindik). Seharusnya, Sprindik baru berlaku 1X24 jam setelah diterbitkan.
Tapi yang terjadi menurut Ahmad Yani justru sebaliknya. Penangkapan terhadap Syahganda Nainggolan yang berlangsung tanggal 12 Oktober pukul 04.00 WIB. Padahal sprindik baru dikeluarkan.
"Artinya dari keluar sprindik sampai penangkapan hanya 4 jam," kata dia.
Karena kejanggalan itu, Yani mempertanyakan prosedur penyelidik Polri dalam penanganan perkara.
"Pertanyaan kami dari laporan polisi itu, apakah setelah laporan polisi itu sudah digelar perkara dengan sungguh-sungguh? Apakah sufah minta keterangan ahli bahasa? Apakah sudah minta keterangan ahli pidana?" tutur Yani.
Kejanggalan menurut dia makin terlihat dalam proses penangkapan terhadap Jumhur Hidayat. Yani menyebut tidak ada surat penangkapan.
"Dia (Jumhur) diambil dari rumahnya tanpa surat penangkapan sama sekali. Rumahnya digeledah dengan sedemikian rupa, ada barang-barang yang dibawa, saya tidak tahu apakah ada penyitaan," sambungnya.
BACA JUGA:
Bareskrim Polri sebelumnya menangkap delapan orang yang tergabung dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Mereka diamankan di Jakarta dan Medan, Sumatera Utara.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono menyebutkan empat orang yang ditangkap di Medan yakni, Juliana, Devi, Wahyu Rasari Putri, dan Khairi Amri yang merupakan Ketua KAMI Medan.
Sedangkan yang ditangkap di Jakarta merupakan anggota Komite Eksekutif KAMI, yakni Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana, dan mantan calon anggota legislatif PKS, Kingkin Anida