Tiga Tahun Anies Pimpin DKI, PSI: Kemunduran Transparansi Anggaran
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Wagub A Riza Patria (Instagram aniesbaswedan)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan genap tiga tahun memimpin Ibu Kota, Jumat, 16 Oktober besok. Anggota Fraksi PSI DPRD DKI William Aditya Sarana mengevaluasi Anies soal kemunduran transparansi anggaran.

"Saya melihat bahwa ada kemunduran dalam hal transparansi anggaran. Itu yang memang menjadi perhatian utama dari kami," kata William dalam diskusi webinar, Kamis, 15 Oktober.

William menyebut, proses penganggaran yang dirasa tidak transparan adalah tidak adanya publikasi sejak  pengajuan pagu anggaran DKI dalam sistem yang masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan penyusunan Kebijakan Umum Anggaran dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) dalam sistem e-Budgeting yang bisa dilihat publik.

Dalam dua kali proses penganggaran yakni pada tahun anggaran 2018, 2019, dan 2020, draf penganggaran hanya diunggah saat KUA-PPAS telah disahkan antara Pemprov DKI dan DPRD.

"Sekarang, di zamannya Pak Anies, rancangan APBD itu baru akan dipublikasikan setelah adanya pengesahan pengesahan KUA-PPAS. Ini ada kemunduran," ungkap William.

"Harusnya, rancangan anggaran itu semua harus di publikasikan di setiap tahapan dan proses, apalagi ketika akan membahas soal KUA-PPAS yang menentukan pagu-pagu anggaran," lanjut dia.

Ada dua kerugian ketika Pemprov DKI tidak transparan dalam pengajuan anggaran. Pertama, DPRD hanya mendapat salinan kertas (hard copy) atau Pdf KUA-PPAS anggaran. Hal ini menyulitkan anggota dewan mengawasi rasionalisasi pagu anggaran.

"Banyak sekali yang harus kita sisir anggarannya satu persatu. Kita hanya dikasih file berupa hard copy atay PDF, Itu menyulitkan kami di DPRD. Padahal, smart budgeting itu memudahkan kami, karena semuanya itu sudah di satu sistem, tinggal diklik. Jadi, bisa memfilter apa yang ingin diperhatikan," jelas dia.

Kedua, penganggaran yang tidak transparan akan menyulitkan keterlibatan warga Jakarta yang hendak turut melakukan pengawasan anggaran.

"Akibatnya, yang kita terima nanti akhirnya barang jadi. Masyarakat hanya tinggal percaya saja gitu kepada Pemprov dan DPRD. Padahal, (anggaran) itu adalah pajak masyarakat, sehingga itu harus dipublikasikan," pungkasnya.