Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut bahwa pemerintah daerah dan sekolah tidak usah mengancam akan mengeluarkan siswa yang ikut serta melakukan aksi demo tolak Undang-Undang Cipta Kerja. 

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini menyebut, jika anak-anak keliru mengartikan perannya sebagai siswa dan malah mengikut aksi unjuk rasa, maka mereka harus diberi didikan yang lebih intensif.

"Sudah tidak zaman lagi kalau anak yang bermasalah malah dikeluarkan dari sekolah. Salah itu," kata Anies kepada wartawan pada Rabu, 15 Oktober malam.

Meurut Anies, jika siswa tersebut bermasalah, justru harus dapat banyak perhatian dari sekolah. Namun, jika siswa tersebut dikeluarkan dari sekolah, maka siswa malah tidak mendapat binaan.

Mengingat kegiatan belajar saat ini dilakukan dari rumah akibat pandemi COVID-19, guru-guru harus lebih sering mengingatkan orang tua siswa agar anaknya menggunakan waktu mereka untuk mengerjakan tugas sekolah.

"Jadi, cara mendekati anak-anak ini harus diajak dialog lebih banyak. Kalau sekolahnya sudah mulai, nanti gurunya bisa kasih tugas, kok. Prinsipnya dengan educational, nanti sekolahnya yang memberikan tugas," jelas Anies.

 

Selain itu, ketika para guru tidak bisa mengawasi langsung kegiatan siswa di jam pelajaran sekarang ini, peran orang tua dibutuhkan untuk mengawasi anaknya dalam melakukan kegiatan.

"Tahun lalu kan guru menjaga agar anak-anak tetap berada di sekolah sampai jam sekolah selesai. Kalau sekarang, saya mengimbau orang tuanya untuk mendidik. Bahwa, untuk pergi, harus pamit kepada orang tua, apalagi pergi keluar di masa pandemi begini, kan berisiko," ungkapnya.

Seperti diketahui, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan Riza Fahlevi mengancam anak-anak peserta aksi unjuk rasa untuk dikeluarkan dari sekolah. Sebagai gantinya, siswa mengikuti pendidikan kesetaraan atau paket C dan diminta sekolah di pinggiran Sumatera Selatan.

Tak hanya itu, Pejabat Sementara (Pjs) Wali Kota Depok, Dedi Supandi juga mengatakan akan memberikan sanksi hukuman berupa drop out (DO) atau dikeluarkan dari sekolah jika ada pelajar yang ikut aksi unjuk rasa terkait penolakan UU Omnibus Law.