Bagikan:

JAKARTA - Demonstrasi menjamur di beberapa kota hari ini sebagai bentuk reaksi masyarakat atas adanya upaya DPR menggagalkan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024. Aksi ini menjadi puncak kemarahan masyarakat atas rentetan praktik penghancuran demokrasi yang dilakukan oleh penguasa.

Aksi yang terjadi di sejumlah kota diikuti sejumlah elemen Masyarakat, termasuk pelajar. Namun sejumlah pelajar yang ikut aksi diduga mengalami kekerasan oleh oknum aparat. “Pelajar SMA/SMK Miliki Hak Menyampaikan Pendapat Melalui Demonstrasi, mereka berhak mendapatkan perlindungan saat melakukan aksi demo, itu kewajiban aparat, bukan malah dihalangi dan ditangkapi seolah mereka melakukan tindak pidana”, ujar Heru Purnomo, Sekjen FSGI.

FSGI : Pelajar Berdemonstrasi Bukan Tindak Pidana, Anak Wajib Dilindungi

Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Hak anak adalah hak asasi manusia dan diakui serta dilindungi oleh hukum.

Menurut UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 15 disebutkan bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan yang mengandung unsur kekerasan serta terlibat peperangan.

Sedangkan Pasal 16 ayat menyatakan : ayat (1) bahwa Anak wajib mendapatkan perlindungan dari penyiksaan, penganiayaan dan penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.; ayat (2) Anak juga wajib memperoleh kebebasan ; dan ayat (3) Tentang penangkapan dan penahanan terhadap anak bisa dilakukan asalkan harus sesuai dengan hukum.

Oleh karena itu, Sekolah dan Dinas-dinas Pendidikan di seluruh Indonesia seharusnya memahami situasi kalau para pelajar yang berada di jenjang SMA/SMK sudah mampu menganalisis kondisi bangsanya dan secara kematangan psikologi, para pelajar SMA/SMK sudah mampu mengambil Keputusan atas dirinya, termasuk jika ingin menyampaikan pendapat melalui aksi demo.

Pasal 28 UUD 1945 menyatakan bahwa : “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Oleh karena itu, sebagaimana dijamin dalam Konstitusi Republik Indonesia tersebut, pelajar juga berhak mengemukakan pendapat dalam bentuk Demonstrasi. Jadi, ketika pelajar yang ikut aksi demo diberi sanksi oleh pihak sekolah, maka hal itu merupakan bentuk pelanggaran UU HAM, UU Perlindungan Anak dan pelanggaran konstitusi.

Jika pelarangan partisipasi politik terhadap para pelajar dengan alasan melindungi keselamatan mereka yang masih usia anak dari kemungkinan cedera atau jadi korban jika terjadi kerusuhan saat aksi demo, maka berikan mereka ruang mengekspresi sikap politiknya di tempat yang aman, yaitu halaman sekolah. Ini menjadi bagian dari Pendidikan politik bagi peserta didik.

“Sekolah bisa memfasilitasi peserta didiknya untuk mengemukakan pendapat dengan cara demonstrasi di lingkungan sekolah sebagai bagian dari pendidikan politik yang sehat. Jadi, aksi demo dapat dilakukan di halaman sekolah dengan menyiapkan mimbar berorasi untuk menyampaikan aspirasi. Lalu boleh menyampaikan petisi tertulis kepada Lembaga Lembaga negara, sekolah memfasilitasi penyampaiannya”, ungkap Retno Listyarti, Ketua Dewan Pakar FSGI.

Rekomendasi FSGI

1. FSGI minta aparat penegak hukum tidak melakukan kekerasan terhadap massa aksi, apalagi jika masih di bawah umur seperti para pelajar. Setiap kekerasan dan Tindakan represi aparat merupakan bentuk pelanggaran hukum dan tindak pidana serta melanggar kode etik kepolisian.

2. FSGI menyerukan aparat penegak hukum untuk melindungi peserta aksi yang masih pelajar sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Anak. Mengingat, banyak peristiwa penangkapan para pelajar yang sedang menuju lokasi aksi kerap terjadi di setiap aksi demo besar, ketika tertangkap mereka juga mengalami Tindakan yang merendahkan martabat kemanusiaan, seperti di telanjangi dan dijemur. Pada aksi demo besar tahun 2019, KPAI menerima laporan dari berbagai daerah, dimana ratusan pelajar yang hendak mengikuti aksi demo ditangkap sebelum tiba di lokasi, tak jarang diancam tidak mendapatkan SKCK dan masih mendapatkan sanksi dari pihak sekolah.

3. FSGI mengingatkan pihak kepolisian untuk bertindak pada massa aksi sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 jelas disebutkan bahwa pihak kepolisian tidak boleh terpancing, tidak boleh arogan, tidak boleh melakukan kekerasan bahkan di saat situasi kerumunan massa tidak terkendali.

4. FSGI mendesak pemeriksaan para pelajar yang masih usia anak yang ditangkap karena disangkakan melakukan kekerasan pada petugas untuk diperiksa oleh penyidik di Direktorat PPA Polres atau Polda dengan didampingi oleh orangtuanya sebagaimana ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

5. FSGI mendesak KPAI dan KPPPA untuk segera turun melakukan pemantauan di lapangan maupun di Kantor-Kantor Kepolisian di bawah Polda Metro Jaya untuk memastikan perlindungan dan penanganan sesuai peraturan perundangan terhadap peserta aksi yang masih usia anak.