KIP Ingatkan Potensi Pelanggaran Bila Publik Sulit Mengakses UU Cipta Kerja
Ilustrasi/ruang paripurna DPR

Bagikan:

JAKARTA - Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) Arif Kuswardono mengingatkan pemerintah dan DPR terkait potensi terjadinya pelanggaran jika publik dipersulit untuk mengakses draf final Omnibus Law UU Cipta Kerja. Sebab, keterbukaan informasi lembaga publik seperti DPR sangat diperlukan.

"Prinsipnya kalau sampai akses publik tidak bisa dibuka itu melanggar hak publik atas informasi, keterbukaan tersebut sudah dijamin dalam UUD 1945 karena itu hak asasi," kata Arif kepada wartawan, Kamis, 15 Oktober.

KIP sebenarnya sudah memberikan sejumlah masukan mengenai keterbukaan informasi terkait UU Cipta Kerja.

Salah satunya dengan membuka dan mempermudah kanal yang ada di situs mereka, sehingga masyarakat bisa mengakses secara lengkap mulai dari naskah akademik hingga draf baleg dan draf yang disepakati di rapat paripurna Senin, 5 Oktober lalu.

"Selain website, bisa buka dashboard khusus hanya untuk UU Cipta Kerja. Seluruh file dokumen, entah teks, naskah, dan video, rekaman tv parlemen di situ semua pembahasannya," ungkapnya.

Dashboard ini, nantinya dapat bertujuan menjadi salah satu akses bagi masyarakat yang ingin mengakses undang-undang ini. Sehingga, meski situs yang lain gangguan karena terlalu banyak pengunjung maka UU Cipta Kerja ini tetap bisa diakses dengan cara lainnya.

Selain itu, KIP juga menyoroti pernyataan DPR yang mengatakan pihaknya sudah terbuka terkait UU Cipta Kerja karena tiap pembahasannya telah disiarkan di TV Parlemen. 

Menurut Arif, penggunaan saluran televisi internal seperti TV Parlemen dirasa terlalu standar dan tak membuat pembahasan UU yang kontroversial tersebut menjadi terpublikasi dengan baik.

"Terlalu konvensional dan kurang terbuka. Sehingga meskipun aksesnya dibuka tidak banyak publik yang tahu," tegasnya.

"TV Parlemen live saja yang nonton cuma 900-an orang. Enggak sampai 1.000. itu kan berarti kurang publikasinya, trafficnya kurang terarahkan," imbuhnya.

Selain DPR, kata Indra, pemerintah yang telah menerima draf tersebut juga punya tanggung jawab membuka akses terhadap UU tersebut.

"Jadi ketika draf sampai ke pemerintah, kewajiban badan publik itu menyampaikan informasi. Tidak hanya yang diproduksi tapi juga yang diterima dari badan publik lain," katanya.

"Nah, dalam konteks ini pemerintah pun harus membuka akses UU itu," pungkasnya.