Bagikan:

JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan belum menyatakan akan mundur dari jabatannya, meski dia terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wahyu kini berstatus tersangka kasus suap soal pergantian antar waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDI Perjuangan. 

KPU sudah melakukan rapat pleno untuk membahas masalah ini. KPU juga sudah berkomunikasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), selaku mitra mereka, untuk menentukan sikap.

Hasilnya, ada sejumlah langkah untuk status Wahyu sebagai komisioner KPU. Pertama, KPU akan membuat laporan kepada Presiden Joko Widodo, DPR, dan DKPP. Kemudian, menunggu surat pengunduran diri dari Wahyu, lalu melaporkannya ke Presiden Jokowi, DPR, dan DKPP. Serta, menyiapkan dokumen terkait yang dibutuhkan, termasuk kronologi kejadian suap itu terjadi.

"Supaya bisa segera ditindaklanjuti untuk melakukan pemberhentian tetap dan dilakukan proses penggantiannya," jelas Arief, Jumat, 10 Januari.

Arief menjelaskan, komisioner KPU baru bisa diganti ketika setelah ditetapkan sebagai terdakwa. Pada masa itu, komisioner KPU yang jadi terdakwa akan diberhentikan sementara. Setelah inkrah, baru diputuskan secara permanen, apakah diberhentikan atau direhabilitasi nama baiknya. 

Untuk pemberhentian sementara, kata dia, KPU perlu surat keputusan Presiden sebagai legalitasnya. Dia berharap Wahyu segera mengirimkan surat pengunduran diri agar SK Presiden segera dikeluarkan. Dengan begitu, KPU bisa menentukan sikap selanjutnya, yaitu pergantian komisioner.

"Kita sudah menyiapkan dua opsi. Pertama harus melaporkan status tersangka, namun jika ada pengunduran diri juga kita sampaikan. Jadi kalau enggak ada pengunduran diri prosesnya pemberhentian sementara. Kalau ada pengunduran diri bisa langsung pemberhentian tetap," jelasnya.

Ketua Bawaslu Abhan menyatakan, Bawaslu mengeluarkan empat sikap dalam menanggapi kasus ini. Pertama, Bawaslu akan melaporkan Wahyu Setiawan (Anggota KPU) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena adanya dugaan pelanggaran kode etik dalam proses penetapan pergantian antar waktu Anggota DPR RI Periode 2019-2024. 

Kedua, Bawaslu menyatakan, penetapan Agustiani Tio Fridelina sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait penetapan Anggota DPR RI terpilih 2019-2024 tidak berhubungan dengan jabatannya sebagai anggota Bawaslu periode 2008-2012. 

Ketiga, Bawaslu mengingatkan kepada jajaran Bawaslu seluruh Indonesia. mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga desalkelurahan agar menjaga etika dan perilaku yang mencerminkan asas-asas penyelenggara pemilu, serta menjalankan peran dan tugas sesuai dengan Undang-undang. 

Keempat, Bawaslu berharap kasus tersebut tidak mengganggu tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Wakil Gubemur dan Bupati/Wakil Bupati serta Walikota/Wakil Walikota tahun 2020.