Wahyu Setiawan yang Mengkhianati Proses Demokrasi
Komiaioner KPU Wahyu Setiawan (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan resmi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap oleh KPK. Wahyu terbukti meminta uang senilai Rp900 juta.

Uang tersebut bakal digunakan untuk memuluskan jalan Caleg DPR RI dari PDIP, Harun Masiku mendapat jatah pencalonan lewat proses pergantian antarwaktu (PAW) dari Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. 

Wakil Ketua KPK Lili Pantauli menjelaskan, pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seorang advokat bernama Doni mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya Nazarudin. 

Gugatan ini kemudian dikabulkan Mahkamah Agung (MA) pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu. PDIP lalu berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun sebagai pengganti caleg yang meninggal tersebut.

"Namun, Tanggal 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan caleg lain bernama Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas," kata Lili dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 9 Januari. 

Rp900 juta uang suap yang diminta Wahyu Setiawan (Diah Ayu Wardani/VOI)

Dua pekan berselang, seorang pihak swasta bernama Saeful, yang memiliki kepentingan dengan Harun, melobi Wahyu Setiawan untuk bisa meloloskan Harun untuk bisa menggantikan posisi Riezky menjadi caleg yang disahkan KPU. 

Wahyu pun menyanggupi untuk membantu meloloskan dengan membalas, “Siap, mainkan!”. Di sinilah Wahyu melakukan tindak pidana korupsi dengan meminta dana operasional sebesar Rp900 juta. Pemberian uang dilakukan secara bertahap.

"Pertengahan Desember 2019, salah satu sumber dana (sedang didalami KPK) memberikan uang Rp400 Juta kepada Wahyu," kata Lili. 

Uang tersebut diserahkan lewat orang terdekat Wahyu, yakni Mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu, Agustiani Tio Fridelina. Agustiani memberikan uang sebesar Rp200 juta kepada Wahyu di sebuah pusat perbelanjaan. 

Kemudian, pada akhir Desember 2019, Harun menyetor uang sebesar Rp850 juta pada Saeful untuk memuluskan jalannya menjadi caleg pengganti. Uang ini dibagi-bagi ke beberapa orang. 

Sekitar Rp150 juta diserahkan kepada Doni, advokat yang mulanya mengajukan uji materi ke MA. Sisanya, Rp700 juta dibagi menjadi Rp450 juta pada Agustiani, kemudian sisa Rp250 juta untuk operasional. 

Wahyu juga menerima jatahnya sebesar Rp400 juta. Hanya saja uang suap itu tak langsung diberikan, melainkan disimpan terlebih dulu oleh Agustiani. Namun dalam proses tersebut, pada Selasa, 7 Januari, ternyata KPU melakukan rapat pleno untuk tetap menolak permohonan PDIP menetapkan Harun.

Namun, Wahyu tidak menyerah. "Wahyu kemudian menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan kembali agar Harun menjadi PAW," ucap Lili. 

Hingga akhirnya, pada Rabu, 8 Januari 2020, KPK melakukan OTT kepada Wahyu dan Agustiani yang sedang berada di Bandara Soekarno Hatta mengamankan barang bukti uang RP400 juta yang berada di tangan Agustiani dalam bentuk dolar Singapura.

Atas perbuatan Wahyu dan Agustiani yang menerima suap, kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Sedangkan sebagai pemberi, Harun dan Saeful kemudian disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.