Mewaspadai Kekerasan Anak yang Dilakukan Asisten Rumah Tangga
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Kasus kekerasan anak viral di media sosial, beberapa waktu ini. Video itu menggambarkan seorang anak laki-laki disiksa oleh seorang perempuan. Belakangan, perempuan itu diketahui merupakan asisten rumah tangga (ART).

Video kekerasan itu menggambarkan bocah yang menggunakan kaus kuning dan celana merah terikat kaki dan tangannya. Wajah si bocah juga ditutup dengan menggunakan kertas wallpaper dinding. 

Kasus ini diketahui orang tuanya. Sang orang tua mengadukan kasus tersebut ke polisi. 

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Kompol Teuku Arsya Khadafi mengatakan, kasus tersebut sedang ditangani penyidik dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak. 

"Sudah ada laporan ke kami. Saat ini sedang kami dalami dengan mengumpulkan petunjuk dan bukti-bukti lainnya," ucap Arsya saat dikonfirmasi, Rabu, 8 Januari.

Saat ini, polisi sedang memburu asisten rumah tangga yang menjadi pelaku. Polisi bermodal video yang kadung viral di media sosial untuk mencari pelaku. Pelaku kabur setelah melakukan aksi tersebut.

Sementara, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, pengawasan orang tua terhadap anak perlu ditingkatkan. Tujuannya, supaya tidak ada lagi kasus seperti ini. Dia juga meminta orang tua tidak begitu saja percaya dengan orang baru yang bekerja pada keluarga mereka. 

"Kami menyayangkan atas tejadi kejadian ini. Ini harus menjadi perhatian dan evaluasi bagi semua keluarga di Indonesia agar saat merekrut asisten rumah tangga," katanya.

Dia juga meminta pemerintah memberikan perhatian khusus terkait kasus kekerasan anak. Apalagi, pemerintah punya kebijakan pengembangan kota atau kawasan ramah anak.

"Seiring dengan kebijakan pemerintah mengembangkan kota atau kabupayen layak anak dan upaya mewujudkan generasi emas 2045 seyogyanya persoalan pembantu rumah tangga juga menjadi perhatian serius," kata Susanto. 

Ilustrasi (pixabay)

Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional, atau pengabaian terhadap anak. Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mendefinisikan penganiayaan anak sebagai setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak.

Melansir dari hellosehat.com, kekerasan terhadap memiliki dampak buruk untuk anak. Dampak itu bisa akan berpengaruh pada masa tumbuh kembang anak, kesehatan mental, serta kesehatan fisik anak.

Untuk dampak tumbuh kembang anak, studi embriologi dan pediatri telah menyatakan bahwa otak berkembang dengan kecepatan yang luar biasa selama tahap perkembangan awal bayi dan masa kanak-kanak. Paparan berulang terhadap kekerasan dan tekanan mental berat dapat memengaruhi respon stres otak, sehingga membuatnya menjadi lebih reaktif dan kurang adaptif. 

Ini yang membuat masalah kesehatan bagi anak di kemudian hari, di antaranya: perkembangan otak yang terbelakang; ketidakseimbangan antara kemampuan sosial, emosional dan kognitif; gangguan berbahasa yang spesifik; kesulitan dalam penglihatan, bicara dan pendengaran; peningkatan risiko terkena penyakit kronis; dan kebiasaan merokok, ketergantungan alkohol serta penyalahgunaan obat-obatan.

Selanjutnya, dampak kekerasan pada anak juga berpengaruh terhadap kesehatan mentalnya. Ini akan membuat anak korban kekerasan jadi cenderung kurang percaya diri dan tidak percaya pada orang dewasa. Mereka juga mungkin tidak bisa mengungkapkan perasaan yang sebenarnya, sehingga mengalami gangguan dalam mengendalikan emosi. 

Semakin lama kekerasan berlanjut, semakin serius pula dampaknya. Dalam beberapa situasi, kesulitan ini bisa terus berlanjut sampai masa remaja bahkan dewasa. Trauma kekerasan adalah salah satu faktor risiko dari gangguan kecemasan dan depresi kronis.

Beberapa kemungkinan efek samping kekerasan anak pada kesehatan mental mereka dapat meliputi: gangguan kecemasan dan depresi; disosiasi (penarikan diri; isolasi); kilas balik trauma (PTSD); sulit fokus; sulit tidur; gangguan makan; tidak nyaman dengan sentuhan fisik; kecenderungan melukai diri sendiri; usaha bunuh diri.

Dampak kekerasan terhadap anak lainnya, akan mempengaruhi kesehatan fisik. Di antaranya: memar atau bengkak; keseleo atau patah tulang; luka bakar; sulit berjalan atau duduk; nyeri, memar atau perdarahan di area reproduktif; penyakit menular seksual; kebersihan yang buruk

Tapi, tanda-tanda kekerasan terhadap anak tidak selalu tampak jelas, dan seorang anak mungkin tidak akan memberi tahu siapapun mengenai apa yang terjadi pada mereka. Anak-anak mungkin merasa takut bahwa pelaku akan mengetahuinya, dan takut jika kekerasan yang dialaminya akan menjadi lebih buruk. Atau, mereka mungkin berpikir bahwa tidak ada yang bisa mereka beri tahu atau bahwa mereka tidak akan dipercaya.