Ibu Puan Maharani Harus Tahu, Mandeknya Pengesahan RUU TPKS Sebabkan Tingkat Kepercayaan ke DPR Rendah
Gedung DPR RI (Foto: DOK ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyebut mandeknya pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) jadi salah satu penyebab merosotnya tingkat kepercayaan publik terhadap DPR RI.

Hal ini terlihat dalam hasil survei Indikator yang dilakukan pada 11-21 Februari 2022. Hasilnya, DPR menempati peringkat 11 dari 12 lembaga dengan tingkat kepercayaan publik tertinggi.

"DPR menjadi salah satu institusi yang dipercaya cukup rendah di mata publik. Salah satunya adalah ada aspirasi publik yang sangat tinggi terkait dengan beberapa hal tetapi tidak cukup direspons cepat oleh DPR. Salah satunya adalah RUU TPKS," kata Burhanuddin dalam pemaparang survei virtual, Minggu, 3 April.

Padahal, dalam hasil survei, dari responden yang mengetahui adanya penyusunan RUU TPKS, mayoritas atau 86,2 persen setuju jika regulasi ini disahkan. Hanya 9,5 persen responden yang mengetahui hal ini mengaku tidak setuju untuk disahkan.

Bahkan, Presiden Jokowi sempat memberikan khusus dengan meminta RUU TPS segera disahkan. Sayangnya, RUU TPKS yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas sejak 2016 sampai saat ini belum juga disahkan menjadi undang-undang.

Dengan demikian, Burhanuddin menilai dinamika penyusunan RUU TPKS bukanlah berada di publik dan konstituen, melainkan elite politik di DPR itu sendiri.

"Sebenarnya ini (masalah) elite, ini problem elite bukan problem konstituen. Jadi kalau warga sih sebagian besar sudah sepakat. Apapun partainya apapun capresnya ini sudah urgent," ungkap Burhanuddin.

Oleh sebab itu, Burhanuddin memandang Ketua DPR RI Puan Maharani juga seharusnya merespons cepat atensi Jokowi yang menginginkan RUU TPKS segera disahkan. Apalagi, Puan Maharani merupakan Ketua DPR RI perempuan pertama.

"Beliau (Puan Maharani) kan Ketua DPR, perempuan pertama ya di Indonesia. Dan ini (RUU TPKS) berkaitan dengan salah satu korban paling banyak adalah perempuan dan anak-anak. Jadi, ini payung hukum segera disahkan," urai Burhanuddin.

Sebagai informasi, survei ini dilakukan pada 11-21 Februari 2022. Populasi survei ini adalah WNI yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Survei dilakukan dengan metode multistage random sampling yang menggunakan jumlah sampel basis sebanyak 1.200 orang. Margin of error survei diperkirakan 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.